Jakarta (ANTARA) - Pertanyaan apakah hilirisasi perikanan dapat dikembangkan di Surabaya, sesungguhnya menyentuh inti persoalan industrialisasi sektor kelautan di Indonesia, termasuk tentang bagaimana mengubah kekayaan sumber daya laut yang melimpah menjadi kekuatan ekonomi yang berdaya saing global.
Indonesia memiliki potensi produksi ikan tangkap hingga 12 juta ton per tahun dan lahan budi daya yang bisa menghasilkan 64 juta ton. Hanya saja, potensi itu belum sepenuhnya menjadi kekuatan ekonomi yang bernilai tinggi karena sebagian besar hasil laut masih diekspor dalam bentuk mentah.
Di sinilah gagasan hilirisasi perikanan menjadi sangat penting, yakni upaya membangun rantai nilai dari hulu, hingga hilir, agar sumber daya laut tidak hanya menjadi bahan baku, tetapi juga produk olahan bernilai tinggi yang memberi manfaat ekonomi lebih besar bagi masyarakat pesisir.
Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia memiliki posisi geografis yang strategis untuk menjadi simpul industri perikanan nasional.
Letaknya di ujung timur Pulau Jawa menjadikannya gerbang logistik menuju kawasan timur Indonesia. Akses terhadap Alur Pelayaran Timur Surabaya (APTS) memungkinkan arus barang, kapal niaga, dan armada perikanan terhubung langsung dengan jaringan perdagangan internasional.
Selain itu, Surabaya memiliki ekosistem industri yang mendukung dengan galangan kapal, lembaga pendidikan maritim, tenaga kerja terampil, dan jaringan perbankan yang kuat. Kombinasi ini menciptakan fondasi ideal untuk mengembangkan kawasan industri perikanan terpadu berbasis hilirisasi.
Untuk menjawab apakah hal itu mungkin, perlu dilihat aspek hukum dan kebijakan. Saat ini, kerangka regulasi yang ada sebenarnya cukup kuat.
Berbagai aturan, mulai dari Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), hingga Undang-Undang Cipta Kerja serta PP Nomor 12 Tahun 2020 tentang fasilitas dan kemudahan di KEK, memberikan dasar hukum dan insentif yang menarik bagi investor.
Bahkan, proyek Surabaya Waterfront Land (SWL) telah masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) dan telah memperoleh izin pemanfaatan ruang laut (PKKPRL) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Artinya, dari sisi legalitas dan perencanaan, gagasan menjadikan Surabaya sebagai kota maritim berbasis industri hilirisasi, bukan sekadar mimpi, melainkan memiliki pijakan nyata.
Meskipun demikian, potensi tanpa kesiapan struktur industri, hanya akan melahirkan ketimpangan baru.
Hilirisasi terpadu
Selama ini sebagian besar hasil tangkapan dari perairan timur Indonesia dikirim mentah ke luar daerah, bahkan ke luar negeri.
Unit pengolahan ikan di Jawa Timur memang banyak, tetapi mayoritas masih berskala menengah dan menggunakan teknologi terbatas. Akibatnya, nilai tambah yang semestinya dinikmati di dalam negeri, justru berpindah ke negara lain.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































