Jakarta (ANTARA) - Satria Habibie, cucu Junus Effendi Habibie (adik BJ Habibie), bercerita bahwa B.J Habibie baru akan mulai beristirahat dari aktivitas jika mendengar hentakan kaki istrinya, Hasri Ainun Besari.
“Eyang (Habibie) itu kalau ditegur satu, dua, tiga kali masih kerja saja. Tapi kalau sudah dengar bunyi suara kaki Eyang Ainun, itu langsung berhenti,” kata Satria Habibie saat ditemui ANTARA di Jakarta, Rabu.
Satria mengatakan Habibie merupakan pria yang gemar bekerja hingga lupa waktu. Kebiasaan itu makin menjadi ketika ia menjabat sebagai presiden.
Baca juga: Kebiasaan unik B.J. Habibie diceritakan dalam tur Wisma Habibie-Ainun
Habibie dapat menghabiskan waktu di meja kerjanya hingga jam 3 sampai 4 dini hari. Hal tersebut membuat Ainun terkadang geram karena khawatir suaminya akan kelelahan di tengah jadwal yang padat.
Belum lagi Habibie banyak menerima kedatangan tamu yang jumlahnya bisa mencapai ratusan delegasi.
Sebagai bentuk teguran halus, Ainun selalu berjalan sedikit lebih keras usai mengantarkan obat agar Habibie tidak lupa waktu. Kebiasaan Ainun itulah yang menurut Satria sangat dirindukan oleh Habibie.
Baca juga: Menjelajahi sejarah dan inspirasi cinta di Wisma Habibie Ainun
"Kebiasaan-kebiasaan kecil itu yang membuat Eyang Rudi sangat merasa kehilangan ketika Eyang Ainun meninggal," kata dia.
Setelah kepergian Hasri Ainun Besari, Habibie mengambil sesi konsultasi untuk mengutarakan perasaannya. Ada kala di mana ia berteriak sambil berlari ke luar rumah dan bertanya di mana keberadaan istrinya itu.
"Eyang Rudi pun suka lari ke luar rumah, teriak, Ainun mana? karena Eyang Ainun suka membantu Eyang Rudi kan dengan segalanya dari dekat," tambahnya.
Baca juga: Reza Rahadian belajar banyak dari B.J. Habibie
Kondisinya tersebut membuat dokter yang menanganinnya kala itu akhirnya memberikan tiga rekomendasi yang dapat dipilih oleh Habibie sesuai dengan kenyamanannya.
Pertama, menceritakan seluruh perasaannya pada keluarga atau teman, berkonsultasi dengan dokter terkait dan mencurahkan isi hatinya melalui beberapa sesi, atau menulis.
"Karena Eyang Rudi tidak pernah suka merepotkan orang, jadi dia pilih untuk menulis. Hasil tulisan itulah yang akhirnya menjadi buku Habibie dan Ainun," ujar dia.
Baca juga: Wisma Habibie Ainun dibuka untuk publik secara eksklusif
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.