Jakarta (ANTARA) - Anggota Badan Pengkajian (BP) MPR RI Firman Soebagyo berharap momentum jelang pidato kenegaraan dalam rangka HUT ke-80 RI menjadi ajang pembahasan antara Presiden dan pimpinan MPR RI terkait arah kebijakan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) ke depan.
"Mudah-mudahan menjelang 17 Agustus biasanya kan ada momen untuk pertemuan persiapan untuk pidato kenegaraan dan kemudian harapan kami itu bisa disinggung dalam pertemuan itu," kata Firman.
Hal itu disampaikannya dalam Diskusi Konstitusi dan Demokrasi Indonesia bertajuk "Pokok-Pokok Haluan Negara, Bentuk Hukum dan Substansi" di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Dia menyebut pihaknya masih menunggu kejelasan dari Presiden Prabowo Subianto terhadap langkah keberlanjutan pembentukan PPHN.
"Menurut informasi yang kami dapatkan dari para pimpinan, Presiden Republik Indonesia Bapak Prabowo ingin melanjutkan terhadap masalah PPHN, hanya belum fokus bentuknya itu apa," katanya.
Begitu pun, lanjut dia, komunikasi politik antara pimpinan MPR RI dengan Presiden Prabowo Subianto maupun pimpinan partai politik agar pembentukan PPHN nantinya tidak menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.
"Presiden maka harus melakukan rujuk menemui para pimpinan partai politik membicarakan hasil pertemuan antara Presiden dengan pimpinan MPR sehingga ke depan itu ketika terjadi pembahasan tidak ada pro dan kontra terhadap maksud tujuan yang baik ini," tuturnya.
Dia lantas berkata, "Ini lah yang sekarang ini masih kami tunggu kapan pimpinan MPR untuk melakukan komunikasi politik."
Firman memandang PPHN belum memiliki kekuatan hukum mengikat karena masih sebatas rekomendasi sehingga pihaknya sampai saat ini masih melakukan kajian-kajian terhadap urgensi pembentukan PPHN maupun bentuk hukumnya yang tepat.
Dia pun membeberkan sedianya terdapat dua opsi dasar hukum sebagai mekanisme pembentukan PPHN, yaitu melalui amendemen UUD 1945 ataupun pembentukan undang-undang.
"Dasar hukum PPHN ini dapat dibentuk oleh dua cara, apakah kita akan merevisi atau mengamendemen Undang-Undang Dasar sebagai payung hukum sehingga nanti PPHN kekuatannya sama dengan kekuatan daripada DPR; dan ada opsi kedua dibentuk melalui undang-undang," ujarnya.
Menurut dia, apabila PPHN dibentuk melalui undang-undang maka kekuatan PPHN akan lebih lemah dibanding Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) era Orde Baru karena bisa diubah oleh DPR.
"Kalau undang-undang ini kan setiap saat bisa direvisi dan bisa diubah oleh DPR ketika ada keinginan antara pemerintahan dan DPR," ucapnya.
Sedangkan, kata dia, apabila PPHN dibentuk melalui amendemen UUD 1945 maka dikhawatirkan muncul potensi adanya perubahan masa jabatan presiden dan kemungkinan lainnya.
Untuk itu, anggota Baleg DPR RI mengatakan muncul pula usulan agar PPHN dibentuk melalui amendemen terbatas UUD 1945.
Sebelumnya, Badan Pengkajian (BP) MPR RI berhasil merampungkan pembahasan atas 382 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang kini telah memasuki fase strategis.
“Prinsipnya, tim perumus sudah menyelesaikan tugasnya. Setelah ini akan dilanjutkan dengan rapat pimpinan atau langsung rapat pleno untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan substansi maupun bentuk hukum dari PPHN,” kata Ketua BP MPR RI Andreas Hugo Pareira dalam keterangan yang diterima di Jakarta.
DIM yang masih terdapat catatan untuk dirapikan oleh tim sekretariat itu berhasil dirampungkan oleh tim perumus pada rapat kelima yang diselenggarakan di Bekasi, Jawa Barat, Senin (21/7).
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Azhari
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.