Ahli sarankan MK tiru Afrika Selatan dalam putus uji formil UU TNI

2 months ago 6

Jakarta (ANTARA) - Guru besar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Prof. Susi Dwi Harijanti menyarankan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia meniru MK Afrika Selatan dalam memutus pengujian formal atau uji formil Undang-Undang TNI.

Susi saat dihadirkan sebagai ahli pada sidang lanjutan uji formal UU TNI di Jakarta, Senin, mengatakan MK Afrika Selatan telah mengembangkan tes partisipasi bermakna (meaningful involvement test) dalam pembentukan suatu undang-undang.

"Sebagai perbandingan, MK dapat mengambil pengalaman dari MK Afrika Selatan dalam perkara Doctors for Life pada tahun 2006. MK Afrika Selatan juga menegaskan bahwa partisipasi publik yang dimaksud tidak cukup hanya bersedia secara formal, tetapi juga harus bermakna atau yang disebut sebagai meaningful involvement. Bukan lagi consult (konsultasi), tetapi masuk pada involvement (keterlibatan)," ujarnya.

Menurut Susi, saat ini merupakan waktu yang tepat bagi MK untuk mengembangkan tes partisipasi bermakna dengan membangun kriteria-kriteria lebih rinci, demi memastikan partisipasi bermakna dalam pembuatan undang-undang terpenuhi secara konkret.

Baca juga: Ahli: Prosedur pembentukan undang-undang intisari legitimasi hukum

Mahkamah, imbuh Susi, dapat menggunakan standar kewajaran dalam menilai terpenuhi atau tidaknya partisipasi bermakna, yaitu menjawab pertanyaan mendasar: apakah legislator telah bertindak secara layak, wajar, dan proporsional dalam menyediakan ruang partisipasi untuk masyarakat?

Dia menyebut "kewajaran" tersebut juga tergantung pada karakter dan intensitas dampak suatu undang-undang terhadap publik.

Dengan kata lain, semakin besar dampak undang-undang bagi kehidupan masyarakat, semakin tinggi pula standar partisipasi yang harus dipenuhi oleh pembentuk undang-undang.

"Kurang waktu ataupun juga keterbatasan biaya atau anggaran tidak dapat dijadikan justifikasi untuk melimitasi partisipasi publik," katanya.

Baca juga: Pakar nilai nonprajurit tetap punya kedudukan hukum uji UU TNI

Bagi Susi, Undang-Undang TNI merupakan produk hukum yang menyangkut hal-hal fundamental, seperti relasi sipil dan militer, potensi perluasan peran TNI dalam pemerintahan sipil, hingga hak asasi manusia.

Mengenai pembentukan Undang-Undang TNI, Susi menyoroti sejumlah kondisi yang memperlihatkan bahwa partisipasi publik begitu terbatas, salah satunya proses pembahasan substansi undang-undang yang cenderung kilat.

"Dalam batas penalaran yang wajar, waktu ini jelas tidak mencukupi untuk menjamin partisipasi yang deliberatif dan berkualitas," sambung Susi.

Susi dihadirkan sebagai ahli oleh pihak pemohon dalam Perkara Nomor 69/PUU-XXIII/2025. Perkara itu diajukan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, yakni Moch Rasyid Gumilar, Kartika Eka Pertiwi, Akmal Muhammad Abdullah, Fadhil Wirdiyan Ihsan, dan Riyan Fernando.

Selain perkara nomor 69, Mahkamah juga tengah memeriksa empat perkara pengujian formal Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI lainnya di tahap pembuktian, yakni Perkara Nomor 45/PUU-XXIII/2025, 56/PUU-XXIII/2025, 75/PUU-XXIII/2025, dan 81/PUU-XXIII/2025.

Baca juga: Saksi Ahli MK: RUU TNI tak penuhi syarat "carry over"

Baca juga: Pemohon tak berkedudukan hukum, MK tak terima lagi uji formal UU TNI

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |