100 hari Trump 2.0: Catur 4D, poker politik, dan gertak global

6 hours ago 4
Pemikiran itu mungkin benar 25 tahun lalu. (Namun), saya pikir hal itu saat ini adalah pandangan yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman

Jakarta (ANTARA) - Sejumlah pendukung Presiden AS Donald Trump kerap menyampaikan, baik dalam bentuk komentar maupun meme populer di beragam media sosial, bahwa Trump sebenarnya sedang bermain catur 4D (4 dimensi).

Frasa "Trump sedang bermain catur 4D" ini sering digunakan secara daring untuk membela tindakan Trump, yang mungkin tampak tidak menentu atau tidak lazim, sebenarnya merupakan bagian dari rencana jangka panjang yang rumit dan strategis yang tidak dapat dipahami orang lain.

Namun, frase tersebut juga kerap digunakan oleh sejumlah pengeritik dan kalangan komedian secara sarkastis untuk menunjukkan bahwa para pendukung Trump tidak bisa melihat bahwa tindakan kepala negara AS itu hanyalah impulsif, kontradiktif, tanpa perhitungan matang, serta hasilnya akan sangat merugikan AS.

Selama 100 hari pertama periode kedua kepresidenan Donald Trump sejak dirinya dilantik pada 20 Januari 2025, apakah benar Trump sedang bermain catur 4D?

Dalam wawancara yang dilakukan oleh mantan Menteri Keuangan Yunani Yanis Varoufakis kepada profesor ekonomi Universitas Columbia AS Jeffrey Sachs pada 22 April lalu dan ditayangkan antara lain di media Youtube, terdapat permainan lain yang digambarkan oleh Sachs terhadap perilaku Trump.

Menurut Sachs, yang telah menulis sejumlah buku terlaris versi New York Times seperti The Price of Civilization: Reawakening American Virtue and Prosperity (2011), menyatakan bahwa Trump sebenarnya "bermain poker".

Mengapa poker? Sachs berpendapat bahwa poker sebenarnya adalah permainan yang intinya "menggertak" lawan dengan kartu yang dimiliki, padahal sebenarnya Trump tidak memiliki kartu yang kuat untuk melakukan gertakan itu.

Salah satu gertakan dalam "permainan poker" Trump tentu saja adalah kebijakan tarif globalnya.

Seperti diketahui, Trump pada 2 Februari awalnya menyatakan adanya tarif internasional yang berbeda-beda kepada puluhan negara (Republik Indonesia sendiri pada dalam pengumuman acara yang disebut Hari Pembebasan oleh Trump itu, dikenakan tarif 32 persen).

Namun, tepat sepekan kemudian, Trump mengubah kebijakannya dengan tarif yang akan dikenakan adalah 10 persen ke seluruh negara, tetapi khusus China yang dianggap Trump "tidak menghormati" kebijakan tarif pemerintah AS, maka akan mendapatkan tarif hingga sebesar 145 persen.

China sebenarnya mendapat tarif 125 persen yang dikenakan Trump untuk mengatasi defisit perdagangan AS dengan China serta menghukum Beijing karena membalas pajak impor AS. Sedangkan angka 145 persen tersebut diperoleh dari tambahan dari pungutan 20 persen yang diberlakukan awal tahun ini terhadap China.

Trump beranggapan bahwa China pada suatu saat akan takluk terhadap tekanan kebijakan pemerintahan AS dan mau bernegosiasi. Namun, Pemerintah China berulang kali telah membantah adanya negosiasi dengan AS soal penerapan tarif dagang yang ditetapkan Trump.


Tidak sesuai zaman

Sachs mengemukakan bahwa Trump beranggapan bahwa pasar AS sangatlah penting bagi perekonomian setiap negara di dunia sehingga AS pada dasarnya memiliki leverage (daya ungkit) yang akan membuat negara lain pasti akan manut saja terhadap permintaan AS.

"Pemikiran itu mungkin benar 25 tahun lalu. (Namun), saya pikir hal itu saat ini adalah pandangan yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman," lanjutnya.

Mengapa demikian? Sachs mengingatkan bahwa jumlah produk AS yang dijual ke berbagai negara di seluruh dunia pada saat ini tidaklah cukup besar (berbeda dengan puluhan tahun lalu) untuk membuat sebagian negara di dunia akan mengubah seluruh kebijakan luar negeri dan orientasi ekonominya hanya karena ancaman dari AS.

Pada saat ini, ungkap Sachs, impor dari AS secara keseluruhan hanya kira-kira 12-13 persen dari seluruh impor global, sehingga dampak kepada pasar dunia juga meski tinggi, tetapi tidaklah sangat besar.

Ia juga menuturkan adanya anggapan bahwa ketika AS memblokir perdagangan dengan China, maka produk China akan membanjiri pasar Eropa sehingga Uni Eropa akan membuat penghalang dan akan bergabung dengan koalisi anti-China pimpinan AS, padahal prediksi itu kurang tepat.

Selain itu, ekspor China ke AS pada sekitar 10 tahun terakhir telah mengalami penurunan signifikan, antara lain karena kebijakan anti-China selama satu dekade terakhir, sehingga China sudah siap untuk melakukan diversifikasi pasar, terutama ke sejumlah kawasan seperti ASEAN atau negara-negara Asia Tenggara.

Presiden Xi Jinping juga dilaporkan telah melakukan kunjungan ke sejumlah negara di Asia Tenggara, yang tentu ada kaitannya dengan kebijakan tarif Trump.

Untuk itu, gertakan "kartu poker" yang terus dimainkan dalam bidang perekonomian global terhadap China tampaknya masih belum sukses sesuai asa Trump.


Jauh panggang dari api

Bila permainan poker dalam ekonomi internasional tidak sesuai harapan, bagaimana halnya dengan gebrakan kebijakan domestik? Trump, yang menjanjikan bahwa harga-harga barang akan menurun dan terjangkau pada masa kepresidenannya, ternyata masih jauh panggang dari api.

Janjinya untuk ekonomi AS yaitu selain memangkas harga, juga akan meningkatkan industri manufaktur dalam negeri, ternyata (setidaknya selama 100 hari pemerintahan Trump 2.0) masih belum terlihat hasilnya secara nyata.

Kondisi yang muncul akibat dari berbagai kebijakan perekonomian Trump adalah anjloknya pasar saham serta turunnya indeks kepercayaan konsumen, dan potensi pengangguran meningkat.

Tidak heran pula bila banyak pakar ekonomi serta bank sentral AS, yaitu Federal Reserve, memperingatkan akan kemungkinan adanya resesi ke depannya di AS.

Bagaimana dengan bidang non-perekonomian? Trump telah menjanjikan sikap keras kepada imigran ilegal. Memang pada saat ini dilaporkan bahwa penyeberangan ilegal ke AS berada pada titik terendah selama empat tahun terakhir.

Namun, sejumlah kasus penangkapan oleh petugas imigrasi pemerintahan AS (sebagian menilai tindakan itu seperti "penculikan") ada yang dilakukan antara lain terhadap mahasiswa asing yang ikut serta dalam aksi unjuk rasa pro-Palestina.

Sejumlah pejuang hak asasi manusia telah memperingatkan bahwa sebagian migran dideportasi tanpa prosedur hukum yang berlaku, serta mengakibatkan sejumlah orang yang sebenarnya "tidak melanggar hukum" tetapi ikut menjadi target.

Trump juga telah mengancam untuk mengirim warga negara Amerika Serikat ke penjara di El Salvador.


Kebijakan mengejutkan

BBC dalam analisisnya terhadap 100 hari Trump menyatakan bahwa bagi para pendukungnya, berbagai kebijakan yang mengejutkan merupakan aksi nyata seorang presiden untuk menepati janji dalam melakukan reformasi yang telah lama ditunggu-tunggu.

Namun, BBC mengemukakan bahwa para pengkritik khawatir bahwa Trump akan menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki bagi negara dan melampaui kewenangannya, sehingga juga bakal melumpuhkan fungsi-fungsi penting pemerintahan.

Apalagi, Wakil Presiden JD Vance pada beberapa pekan setelah Trump diangkat sebagai kepala negara AS, menulis dalam platform X yang menyatakan bahwa intinya para hakim tidak diperbolehkan mengendalikan kekuasaan eksekutif yang sah.

Sontak saja, sejumlah pakar hukum mempertanyakan pernyataan itu, karena pembagian peran demokrasi antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif adalah inti dari demokrasi di AS, sehingga sebenarnya pengadilan memiliki kewenangan untuk memeriksa dan membatalkan tindakan pemerintah apa pun - UU, peraturan, dan perintah eksekutif - yang menurut lembaga hukum itu melanggar Konstitusi AS.

Untuk itu, perkataan Vance dinilai para pakar merupakan tantangan yang berani terhadap otoritas peradilan dan, secara lebih luas, terhadap penerapan trias politica yang dicanangkan oleh Bapak Pendiri AS.

Sementara itu, media Time menulis bahwa 100 hari pertama dari pemerintahan periode kedua Presiden Trump merupakan salah satu era ketidakstabilan dalam sejarah AS.

Hal itu, ulas Time, karena adanya serangkaian perintah dan memorandum yang telah melumpuhkan seluruh badan dan departemen pemerintah. Trump juga mengancam akan mengambil alih Greenland dengan paksa, menguasai Terusan Panama, dan mencaplok Kanada.

Dengan menggunakan kendalinya atas Departemen Kehakiman sebagai senjata, Trump telah memerintahkan penyelidikan terhadap musuh-musuh politik. Ia telah memangkas sebagian besar pegawai negeri, dengan memberhentikan lebih dari 100.000 pegawai federal, lanjut laporan media itu.

Tidak lupa pula bahwa Trump telah memicu perang dagang dengan melepaskan langkah serangkaian tarif yang menyebabkan pasar anjlok. Tidak heran bila Time mengutip seorang pejabat senior pemerintahan AS yang berkata bahwa "Keberhasilan kami (pemerintahan AS) bergantung pada kemampuannya (Trump) untuk mengejutkan Anda."

Berbagai kebijakan Trump, suka atau tidak, memang telah memberikan banyak kejutan bagi dunia. Namun, "permainan poker" yang berani dan berisiko tinggi yang dilakukan Trump, berpotensi membawa banyak dampak bagi masa depan AS, yaitu runtuhnya kelembagaan, melemahnya aliansi, serta membuat AS semakin terisolasi.

Baca juga: PM Denmark serukan persatuan di tengah situasi global yang kompleks

Baca juga: Trump kecewa Rusia tetap serang Ukraina di tengah perundingan damai

Baca juga: Ekonom nilai RI punya cukup daya tawar dalam negosiasi tarif dengan AS

Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |