Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia mengantisipasi adanya potensi deportasi warga negara Indonesia (WNI) di Amerika Serikat (AS) sebagai imbas dari kebijakan pengetatan imigrasi di bawah pemerintahan Presiden AS Donald Trump melalui pembahasan strategi perlindungan WNI dalam rapat koordinasi di Jakarta, Jumat (25/4).
Asisten Deputi Bidang Koordinasi Tata Kelola Keimigrasian Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) Achmad Brahmantyo Machmud menyatakan bahwa pemerintah Indonesia bersiap mengambil langkah antisipatif meski hingga kini belum ada pernyataan resmi dari pemerintah AS mengenai WNI sebagai target deportasi.
"Utamanya bagi WNI yang memang terindikasi atau memang memiliki masalah keimigrasian," ujar Achmad dalam rapat koordinasi, seperti dikutip dari keterangan tertulis yang dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Achmad menuturkan bahwa Pemerintah harus siap memfasilitasi penerbitan surat perjalanan laksana paspor (SPLP) dan mengirimkan tim pusat apabila memang terjadi deportasi massal terhadap WNI.
Di sisi lain, Kemenko Kumham Imipas mengusulkan agar Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 19/2024 direvisi, khususnya pada Pasal 7, agar memberikan fleksibilitas pada penerbitan paspor dalam kondisi tertentu.
Saran itu juga didukung oleh Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) yang mengusulkan penerapan kembali kebijakan yang lebih fleksibel seperti yang tercantum dalam Permenkumham Nomor 8 Tahun 2014.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pelindungan WNI Kemenlu Judha Perdana mengungkapkan bahwa mayoritas pelanggaran yang dihadapi WNI di luar negeri berkaitan dengan keimigrasian sebesar 53,5 persen
"Lebih dari 60.000 WNI yang melapor diri di KBRI Washington, D.C., ribuan di antaranya tidak memiliki dokumen keimigrasian yang lengkap dan sah," ucap Judha.
Salah satu kendala yang muncul, kata dia, adalah kebijakan penerbitan paspor oleh perwakilan RI di luar negeri.
Berdasarkan Permenkumham Nomor 19 Tahun 2024, paspor hanya dapat diterbitkan bagi WNI yang memiliki izin tinggal dari negara setempat. Hal tersebut menyebabkan perwakilan RI tidak dapat menerbitkan paspor bagi WNI yang bermasalah dengan dokumen keimigrasian.
Baca juga: 100 hari Trump 2.0: Catur 4D, poker politik, dan gertak global
Baca juga: Lemhannas: Kebijakan tarif Trump momentum perkuat ketahanan ekonomi
Selain itu, Asisten Deputi Bidang Koordinasi Pembangunan dan Kerja Sama HAM Kemenko Kumham Imipas Ruliana Pendah Harsiwi mengusulkan adanya pendampingan hukum bagi WNI yang terdampak atas kebijakan Presiden Trump.
Hal itu senada dengan yang disampaikan oleh Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi I Kantor Staf Presiden Hilman Hadi. Ia menegaskan bahwa Negara hadir dalam pelindungan WNI di luar negeri, tetapi perlindungan harus tetap seimbang dengan penegakan hukum.
Rapat menyepakati pentingnya koordinasi lintas sektor dan perlunya orkestrasi kebijakan yang konsisten. Pemerintah juga menyoroti pentingnya sosialisasi aturan baru kepada WNI di luar negeri.
Pemerintah turut mendorong sinergi antara Kantor Staf Presiden, Kemenko Bidang Politik dan Keamanan (Polkam), dan Kemenko Kumham Imipas dalam pelaksanaan koordinasi pelindungan WNI ke depan dengan kementerian atau lembaga teknis di bawah koordinasinya masing-masing, serta kementerian atau lembaga terkait lainnya.
Adapun rapat tersebut merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah Indonesia dalam terus memperkuat berbagai langkah perlindungan bagi WNI yang berada di luar negeri, khususnya di AS.
Sebelumnya, Kemenlu menyatakan bahwa per Senin (21 April 2025) terdapat 15 WNI yang ditangkap di Negeri Paman Sam atas tuduhan pelanggaran imigrasi di tengah meningkatnya penindakan terhadap imigran di bawah Presiden Donald Trump.
"Berdasarkan informasi yang diterima oleh perwakilan RI, ada 15 WNI yang terdampak, baik yang sudah ditahan dan ada pula yang sudah dideportasi," ucap Direktur Pelindungan WNI dan BHI Kemlu RI Judha Nugraha usai peluncuran SARI (Sahabat Artifisial Migran Indonesia), fitur chatbot untuk PMI, bersama UN Women di Jakarta, Senin (21/4).
Direktur Kemenlu itu memastikan bahwa salah satu dari WNI yang diamankan di AS adalah Aditya Harsono Wicaksono (AH) yang tinggal di Marshall, Minnesota, diduga akibat keikutsertaan dalam aksi protes terkait dengan kematian George Floyd yang memicu gerakan Black Lives Matter pada tahun 2021.
Pria berusia 33 tahun tersebut ditangkap oleh agen Badan Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE) di tempat kerjanya pada tanggal 27 Maret lalu.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2025