Jakarta (ANTARA) - Mantan pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar meminta dibebaskan dari seluruh dakwaan dan tuntutan jaksa dalam dugaan suap penangan perkara kasasi terpidana kasus pembunuhan, Ronald Tannur, pada tahun 2024, serta dugaan gratifikasi pada tahun 2012–2022.
Zarof saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi pribadinya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, mengatakan unsur gratifikasi yang didakwakan oleh penuntut umum tidak dapat dibuktikan di persidangan.
Menurut dia, penuntut umum selama jalannya persidangan tidak membuktikan asal, tujuan, jumlah, dan waktu dugaan gratifikasi yang didakwakan. Saksi-saksi yang dihadirkan jaksa juga dinilai tidak berhubungan dengan dirinya.
“Bahwa dengan tidak dapat membuktikan unsur gratifikasi dalam perkara saya, maka sudah selayaknya majelis hakim yang mulia membebaskan saya dari dakwaan dan tuntutan penuntut umum,” kata dia.
Mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (Balitbang Diklat Kumdil) MA RI ini mengaku tidak mengetahui dan mengikuti proses hukum Ronald Tannur hingga putusan dijatuhkan majelis hakim.
Di pengadilan tingkat pertama, Zarof menyebut dirinya hanya mengenalkan penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat, kepada Rudi Suparmono yang ketika itu menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur.
“Bagaimana mungkin saya telah didakwa dan dituntut oleh penuntut umum memberi sesuatu atau menyampaikan sesuatu kepada hakim, sedangkan saya sama sekali tidak mengikuti dan mengetahui proses hukumnya,” ujar Zarof.
Sementara itu, terkait dakwaan pemufakatan jahat berupa pemberian suap di tingkat kasasi, Zarof mengaku memang menerima uang sebesar Rp5 miliar dari Lisa Rachmat. Namun, ia mengeklaim, uang tersebut tidak digunakan untuk memengaruhi hakim di tingkat kasasi.
“Sama sekali tidak ada memengaruhi atau menjanjikan sejumlah uang kepada majelis hakim kasasi atau Saudara Soesilo (hakim agung yang menjadi ketua majelis perkara kasasi Ronald Tannur),” katanya.
Zarof pun menyebut dirinya tidak memiliki akses dan wewenang dalam memengaruhi proses pengadilan pada tingkat apa pun, baik saat masih menjabat di MA maupun sejak pensiun pada bulan Januari 2022.
Sebelumnya, Zarof Ricar dituntut 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan pidana kurungan dalam kasus dugaan suap penanganan perkara terpidana kasus pembunuhan, Ronald Tannur, pada tahun 2024 di tingkat kasasi, serta dugaan gratifikasi pada tahun 2012–2022.
Selain itu, Zarof juga dituntut pidana tambahan berupa perampasan atas barang yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, antara lain uang pecahan rupiah, dolar Singapura, hingga dolar Hong Kong.
Pada perkara ini, Zarof didakwa melakukan pemufakatan jahat berupa pembantuan untuk memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, yakni uang senilai Rp5 miliar.
Pemufakatan jahat diduga dilakukan bersama penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat, dengan tujuan menyuap Hakim Agung Soesilo yang merupakan ketua majelis dalam kelanjutan perkara Ronald Tannur di tingkat kasasi pada tahun 2024.
Selain itu, ia didakwa menerima gratifikasi senilai Rp915 miliar dan emas seberat 51 kilogram selama menjabat di MA untuk membantu pengurusan perkara pada tahun 2012–2022.
Atas perbuatannya, Zarof didakwa melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Baca juga: Zarof Ricar meminta maaf kepada Mahkamah Agung
Baca juga: Zarof Ricar hingga ibunda Ronald Tannur hadapi sidang tuntutan
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025