Jam Gadang, sang penunjuk waktu ikon Bukittinggi

2 hours ago 2

Jakarta (ANTARA) - Terletak di dataran tinggi Sumatera Barat, Kota Bukittinggi telah lama dikenal dengan julukan "Parisj van Sumatera" karena pesonanya yang sempurna sebagai destinasi wisata. Kota ini menawarkan keindahan alam yang memukau, kekayaan kuliner yang menggoda, warisan budaya yang kental, hingga jejak sejarah yang mendalam.

Ciri khas Bukittinggi yang paling ikonik adalah salah satu bangunan bersejarahnya yang selalu menjadi destinasi wisata wajib bagi para pengunjung, yaitu Jam Gadang.

Jam Gadang adalah menara jam setinggi 26 meter yang berlokasi di jantung Bukittinggi atau tepatnya di Jalan Raya Bukittinggi-Payakumbuh, Benteng Ps. Ateh, Bukittinggi, Sumatera Barat.

Lantas bagaimana sejarah dari Jam Gadang? Simak informasi berikut.

Baca juga: Sebanyak 50 negara akan ikuti lomba puisi peringati seabad Jam Gadang

Merupakan hadiah dari Ratu Wilhemina

Mengutip dari situs resmi Pemkot Bukittingi, Jam Gadang dibangun pada tahun 1926 sebagai hadiah dari Ratu Belanda Wilhelmina kepada Rook Maker, yang saat itu menjabat sebagai sekretaris Fort de Kock—nama lama dari kota Bukittinggi.

Jam Gadang dirancang oleh arsitektur asal Minangkabau bernama Yazid Rajo Mangkuto Sutan Gigi Ameh.

Denah dasarnya berbentuk dengan ukuran 13 x 4 meter dan memiliki tinggi 26 meter. Sementara itu, satu tingkat di bawah bagian paling atas, terdapat jam berukuran besar berdiameter 80 cm di keempat sisi luarnya.

Itulah sebabnya menara jam ini dikenal dengan nama Jam Gadang, yang dalam bahasa Minangkabau berarti 'jam besar'.

Uniknya, Jam Gadang dibangun tanpa menggunakan besi maupun semen. Konstruksinya hanya menggunakan campuran kapur, putih telur, dan pasir putih. Putih telur ini digunakan sebagai pengganti semen yang berfungsi untuk merekatkan bangunan tersebut.

Kembar tapi tak sama Big Ben

​​​Jam Gadang dan Big Ben—menara jam ikonik di London, Inggris—ternyata memiliki keterkaitan yang menarik.

Keduanya menggunakan mesin jam buatan Jerman yang sangat langka. Bahkan, mesin ini hanya diproduksi sebanyak dua unit di dunia, dan masing-masing kini terpasang di kedua menara tersebut.

Baca juga: Bukittinggi undang kerabat Ratu Wilhelmina peringati seabad Jam Gadang

Jam Gadang juga memiliki lonceng yang di permukaannya terdapat tulisan “Vortman Recklinghausen”, yakni nama pabrik tempat jam diproduksi.

Vortman merupakan nama belakang sang pembuat jam,sementara Reckling adalah kota di Jerman.

Keunikan lainnya dari Jam Gadang adalah penggunaan angka Romawi empat yang ditulis sebagai 'IIII' alih-alih 'IV' seperti yang lazim digunakan. Hingga kini, belum ada penjelasan pasti mengenai alasan penulisan angka tersebut.

3 kali berganti atap

Pada awal dibangun, Jam Gadang memiliki atap berbentuk bulat dan di atasnya terdapat patung ayam jantan menghadap timur.

Namun, pada masa pendudukan Jepang, atapnya diubah menjadi berbentuk pagoda—atap berundak yang berkembang di Asia Timur, terutama di negara dengan pengaruh agama Buddha.

Pasca Indonesia merdeka, atap Jam Gadang kembali diubah menjadi berbentuk bagonjong, yakni atap rumah gadang khas Minangkabau, yang masih bertahan hingga saat ini.

Jam Gadang bukan sekadar penunjuk waktu, tetapi juga simbol kebanggaan masyarakat Bukittinggi. Jadi, jika Anda berkesempatan mengunjungi kota ini, sempatkanlah untuk singgah dan merasakan pesonanya secara langsung.

Baca juga: Sambut wisatawan, Pemkot Bukittinggi cat ulang monumen jam gadang

Baca juga: BMKG sinkronkan Jam Gadang Bukittinggi dengan standar waktu nasional

Pewarta: Nadine Laysa Amalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |