Jakarta (ANTARA) - Atlet atletik Triyaningsih berharap olahraga Indonesia lebih ramah terhadap perempuan di tengah tantangan besar terkait kesetaraan gender.
Menurut Triya, masih ada stereotip yang harus dihadapi perempuan meskipun ia sudah banyak memiliki prestasi, seperti pandangan terhadap pakaian olahraga perempuan yang terkadang dianggap terlalu seksi.
"Saya berharap pakaian olahraga perempuan bisa diterima dengan baik dan tidak diobjektifikasi. Yang penting adalah prestasi, bukan apa yang kita kenakan," ujar Triya dalam diskusi daring bertema "Perempuan, Perjuangan, dan Puncak Prestasi" dalam rangka memperingati "International Women’s Day" 2025 yang diselenggarakan KONI Pusat, Sabtu.
Baca juga: KONI Pusat harap perubahan nama bawa senam Indonesia lebih berprestasi
Triya menekankan pentingnya menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi perempuan dalam berolahraga. Ia juga mengusulkan agar pemerintah lebih memperhatikan aspek keamanan dengan meningkatkan pengawasan di tempat-tempat umum melalui pemasangan CCTV.
"Tempat-tempat yang sering digunakan untuk berolahraga, seperti taman atau jalur lari, perlu mendapat perhatian lebih. Pemerintah bisa memasang CCTV untuk memastikan lingkungan yang lebih aman bagi para perempuan," kata Triya.
Menghadapi tantangan yang ada, Triya memilih untuk bangkit dan meraih puncak prestasi.
"Aku berharap perempuan juga untuk jangan banyak berpikir, just do it!. Sebagai perempuan, jangan mau kalah!," kata Triya.
Harapan agar olahraga Indonesia ramah perempuan juga disampaikan akademisi doktoral keolahragaan di Tsinghua University Salsa Senja.
Baca juga: Atlet MLBB putri soroti kurangnya eksposur ke skena esports perempuan
Presiden Scholars of Indonesia China Network (SINO) dan wasit rugby nasional itu mengaku pernah dipandang sebelah mata ketika menjadi wasit, memimpin laga rugby putra internasional.
Menurut Salsa, integritas dan kemampuan menjadi kunci untuk bangkit meraih prestasi.
"Saya juga sering diremehkan, saya saat S2 dan S3 terbilang muda, di ruangan saya paling muda dan perempuan satu-satunya, bagaimana membuktikan mampu, yang pertama, harus ada integritas," kata Salsa.
Equality juga disinggung Salsa sebagai harapan ke depan merujuk pengalamannya.
"Pada kenyataannya saya mengalami sendiri bahwa kita perempuan itu mampu bersaing dan menjadi setara, siapa yang menyangka bahwa saya saat ini bisa menjadi presiden sebuah organisasi yang cukup besar bidang olahraga di China, jadi menurut saya kalau kita perempuan tidak diberikan kesempatan kita harus bisa memulai dan buktikan bahwa kita berhasil mematahkan pandangan itu," ujar Salsa.
Baca juga: Kementerian PPPA kecam KDRT yang menimpa eks atlet anggar
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2025