Transformasi tata kelola air Jakarta sudah mendesak

2 hours ago 2

Jakarta (ANTARA) - Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, Firdaus Ali menegaskan bahwa transformasi tata kelola air di Ibu Kota sudah mendesak dan tidak bisa ditunda.

"Air adalah sumber kehidupan. Hampir semua kitab suci menyebut air sebagai lambang surga. Namun ironinya, Jakarta dengan 13 sungai dan 76 anak sungai, tak satu pun yang layak jadi air baku. Semua tercemar limbah," kata Firdaus di Jakarta, Sabtu.

Firdaus juga menyoroti rendahnya cakupan layanan air perpipaan di Jakarta. Secara nasional, cakupan air perpipaan baru 20 persen, sedangkan di Jakarta masih di bawah 50 persen.

"Pipanya ada, tapi airnya sering tidak mengalir," kata Firdaus.

Firdaus juga mengingatkan tingginya tingkat kehilangan air atau "non revenue water" (NRW) di Jakarta, yang mencapai 45-47 persen.

Baca juga: PAM berusaha akhiri ketergantungan warga kepada air galon dan gerobak

Angka itu disebutnya sebagai salah satu yang terburuk di dunia bagi kota dengan populasi di atas lima juta jiwa.

Untuk itu, Firdaus menilai tantangan yang dihadapi oleh PAM Jaya tidaklah ringan. Perumda PAM Jaya perlu memperluas layanan sekaligus menekan kebocoran yang masif tersebut.

Selain itu, Jakarta bergantung besar pada pasokan dari luar. Lebih dari 80 persen air bersih di Jakarta disuplai dari Waduk Jatiluhur melalui Kanal Tarum Barat (Kali Malang).

"Kalau ada gangguan di Kali Malang, maka suplai 81 persen air Jakarta berhenti total. Itu jelas berbahaya bagi keamanan layanan air Ibu Kota," ujar Firdaus.

Baca juga: PAM Jaya gratiskan biaya sambung baru bagi warga Jakarta

Firdaus menyebutkan transformasi PAM Jaya dari Perumda menjadi Perseroda bukan berarti privatisasi, melainkan langkah membuka ruang manajemen yang lebih transparan.

"Tidak ada hubungannya dengan swastanisasi. Kendali penuh tetap ada di PAM Jaya. Justru ini kesempatan untuk membangun kepercayaan publik melalui tata kelola yang terbuka," kata Firdaus.

Firdaus mengingatkan saat ini Jakarta juga sedang berpacu dengan waktu. Penurunan muka tanah, ekstraksi air tanah dalam dan ancaman rob menjadi bahaya nyata.

"Kalau kita tidak bergerak cepat, jangan sampai tahun 2050 garis pantai sudah bergeser ke Harmoni. Solusinya jelas percepat layanan air perpipaan, kurangi kebocoran dan perkuat sistem pertahanan pesisir," kata Firdaus.

Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |