Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Adinda Tenriangke Muchtar menilai pemungutan suara ulang (PSU) yang berulang dalam Pilkada 2024 memunculkan tantangan besar terkait efisiensi anggaran, keadilan proses demokrasi, serta perlunya penegakan hukum yang tegas dan sinergi antarpihak untuk memastikan proses berjalan efektif.
Menurut dia, penting untuk menyeimbangkan antara demokrasi yang substansial dengan penegakan hukum yang jelas, serta konteks yang relevan dengan kebutuhan publik.
“PSU dan seluruh prosesnya harus relevan dan memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, tetapi juga tidak boleh berlarut-larut,” kata Adinda kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.
Baca juga: TII: PSU berulang ancam efektiviitas pemerintahan daerah.
Ia mengingatkan jika proses ini terus berulang tanpa adanya evaluasi yang tepat maka akan ada pembelajaran yang terlewat dari pemangku kepentingan yang terlibat dalam pelaksanaan pilkada.
Ketegasan dalam penegakan hukum, menurut dia, perlu dimulai sejak awal karena penanganan yang cepat dan tepat terhadap laporan dari pemantau atau masyarakat sipil sangat diperlukan untuk memastikan bahwa manipulasi peraturan atau pelanggaran yang lebih kompleks tidak terjadi.
"Penting untuk memastikan bahwa tidak ada pelanggaran yang disembunyikan, dan jika ada, harus ada langkah hukum yang jelas dan segera diambil," ujarnya.
Selain itu, dia menekankan pentingnya perlindungan terhadap para pemantau pemilu dan masyarakat sipil yang berpartisipasi dalam proses ini.
“Partisipasi publik adalah bagian penting dari demokrasi. Kita tidak boleh membiarkan partisipasi itu dikriminalisasi atau bahkan diintimidasi, karena hal itu adalah pelanggaran HAM dan pelanggaran hukum,” ujar Adinda.
Adinda juga menyoroti bahwa sinergi antara pihak internal, eksternal, serta seluruh lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan pilkada sangat penting untuk memastikan proses demokrasi berjalan secara efektif dan memberikan hasil yang adil bagi rakyat.
Dia mengatakan salah satu hal yang menjadi perhatian adalah pentingnya untuk tidak hanya menekankan aspek teknis pemilu yang aman dan lancar, tetapi juga memastikan bahwa proses tersebut memenuhi asas keadilan dan integritas.
"Hal ini terutama penting dalam mencegah manipulasi politik dan memberi ruang bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang terbaik bagi daerah mereka tanpa hambatan," ujarnya.
Di sisi lain, dirinya juga menekankan bahwa pelaksanaan PSU yang berulang kali mengundang tantangan bagi keberlanjutan pemerintahan daerah.
Hal ini dapat menghambat kemajuan daerah dan menciptakan ketidakstabilan di tingkat kebijakan, terutama apabila pejabat sementara menggantikan kepala daerah yang belum terpilih secara definitif.
Oleh karena itu, kata Adinda, penyelenggara pilkada, seperti KPU, Bawaslu, dan DKPP, harus berkomitmen untuk menjaga proses yang transparan, efisien, dan berintegritas.
Baca juga: Cegah PSU terulang, TII dorong reformasi internal parpol
Baca juga: Komisi II DPR usul MK diskualifikasi calon jika ada pelanggaran PSU
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2025