Jakarta (ANTARA) - Pemerintah memperpanjang penerapan kebijakan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun untuk tahun anggaran 2025.
Langkah ini merupakan wujud komitmen Pemerintah Indonesia dalam menjaga pertumbuhan ekonomi melalui berbagai kebijakan fiskal, salah satunya dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2025.
Kebijakan insentif tersebut sebelumnya telah diberikan pada tahun 2023 dan 2024 untuk menjaga keberlangsungan pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui stimulasi daya beli masyarakat pada sektor perumahan.
Kebijakan Insentif PPN Ditanggung Pemerintah untuk rumah tapak dan satuan rumah susun diberikan karena beberapa alasan strategis, baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun fiskal. Dengan kebijkan itu harga rumah menjadi lebih terjangkau dan membantu masyarakat, terutama kelompok menengah dan milenial, untuk memiliki hunian pertama mereka.
Alasan lainnya adalah mendukung pertumbuhan sektor bisnis karena sektor properti adalah sektor dengan efek multiplier tinggi, di mana ketika industri ini tumbuh, banyak sektor terkait seperti konstruksi, bahan bangunan, tenaga kerja, dan perbankan ikut terdorong.
Selain itu kebijakan insentif ini berimplikasi langsung untuk mencegah perlambatan pasar perumahan, yang bisa berdampak negatif pada ekonomi secara keseluruhan.
PMK Nomor 13 Tahun 2025 mengatur bahwa pemerintah menanggung PPN atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun dengan harga jual tertentu selama tahun anggaran 2025.
Berdasar regulasi tersebut, rumah tapak atau satuan rumah susun yang atas penyerahannya dapat memanfaatkan insentif Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah (PPN DTP) Tahun Anggaran (TA) 2025 harus memenuhi persyaratan harga jual paling banyak Rp5 miliar.
Rumah terkait juga merupakan rumah baru yang diserahkan dalam kondisi siap huni, dengan kondisi telah mendapatkan kode identitas rumah, dan pertama kali diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual yang menyelenggarakan pembangunan rumah tapak atau satuan rumah susun dan belum pernah dilakukan pemindahtanganan.
Besaran PPN DTP Tahun Anggaran 2025 berdasarkan PMK 13 Tahun 2025 yang diberikan adalah 100 persen dari PPN terutang dari bagian harga jual sampai dengan Rp2 miliar dengan harga jual paling banyak Rp5 miliar untuk penyerahan dengan tanggal berita acara serah terima pada 1 Januari - 30 Juni 2025.
Sementara untuk rumah tapak dan rumah susun dengan tanggal berita acara serah terima mulai 1 Juli - 31 Desember 2025 PPN DTP yang diberikan sebesar 50 persen dari PPN yang terutang.
Insentif hanya dapat dimanfaatkan oleh satu orang pribadi atas perolehan satu rumah tapak atau satu satuan rumah susun, dan diberikan untuk penyerahan rumah tapak atau satuan rumah susun yang dilakukan pada Masa Pajak Januari 2025 sampai dengan Masa Pajak Desember 2025; serta untuk pembayaran uang muka atau cicilan pertama kali kepada Pengusaha Kena Pajak penjual paling cepat tanggal 1 Januari 2025.
Selanjutnya, dalam hal orang pribadi melakukan transaksi pembelian rumah tapak atau satuan rumah susun sebelum 1 Januari 2025 namun melakukan pembatalan atas transaksi pembelian rumah tapak atau satuan rumah susun, tidak dapat memanfaatkan insentif PPN DTP berdasarkan ketentuan PMK 13 Tahun 2025 untuk unit rumah tapak atau satuan rumah susun yang sama.
Orang pribadi yang telah memanfaatkan insentif PPN DTP atas penyerahan rumah tapak atau satuan rumah susun berdasarkan PMK sebelum PMK 13 Tahun 2025, dapat memanfaatkan insentif tersebut untuk pembelian rumah tapak atau satuan rumah susun yang lain. Sedangkan atas penyerahan rumah tapak atau satuan rumah susun yang telah mendapatkan fasilitas pembebasan PPN tidak dapat memanfaatkan insentif PPN DTP itu.
Analisis Implikasi Kebijakan
Sebelumnya, pemerintah telah menerapkan kebijakan serupa pada tahun 2023 dan 2024.
Adapun hasil evaluasi terhadap kebijakan tersebut menunjukkan bahwa insentif PPN DTP berhasil meningkatkan daya beli masyarakat di sektor perumahan dan memberikan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, dengan kontribusi mencapai 14-16 persen. Sektor ini juga menyerap tenaga kerja 14 juta hingga 17 juta orang, serta berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Perpanjangan insentif PPN DTP melalui PMK Nomor 13 Tahun 2025 tersebut memiliki beberapa implikasi penting antara lain menstimulasi daya beli masyarakat, mendukung sektor properti, serta berkontribusi terhadap perekonomian nasional.
Dengan menanggung PPN atas penyerahan rumah, harga jual rumah menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan minat dan kemampuan masyarakat untuk membeli rumah, terutama di segmen menengah ke bawah.
Mengingat bahwa sektor perumahan merupakan salah satu sektor yang terdampak signifikan selama pandemi COVID-19, insentif ini diharapkan dapat meningkatkan penjualan properti, sehingga membantu pemulihan sektor ini dan mencegah stagnasi.
Sektor perumahan memiliki efek multiplier yang tinggi terhadap perekonomian. Peningkatan aktivitas di sektor ini akan berdampak pada peningkatan produksi bahan bangunan, penyerapan tenaga kerja, dan sektor terkait lainnya, yang pada akhirnya berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Meskipun memiliki banyak manfaat, kebijakan ini juga berpotensi mengurangi penerimaan negara dari sektor perpajakan. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan bahwa insentif ini tepat sasaran dan tidak disalahgunakan, serta melakukan evaluasi berkala untuk menilai efektivitasnya.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13 Tahun 2025 tentang PPN atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah merupakan langkah strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui stimulasi sektor perumahan.
Dengan menanggung PPN atas penyerahan rumah, pemerintah berharap dapat meningkatkan daya beli masyarakat, mendukung pemulihan sektor properti, dan secara keseluruhan berkontribusi positif terhadap perekonomian nasional.
Namun, implementasi kebijakan ini memerlukan pengawasan dan evaluasi yang cermat untuk memastikan efektivitas dan meminimalkan potensi risiko fiskal.
Hal ini dikarenakan insentif PPN DTP untuk rumah tapak dan rumah susun bukan hanya untuk membantu masyarakat memiliki hunian, tetapi juga sebagai strategi ekonomi untuk mempercepat pertumbuhan sektor properti dan ekonomi secara keseluruhan. Kebijakan ini diharapkan menciptakan keseimbangan antara insentif fiskal dan pertumbuhan industri perumahan yang berkelanjutan.
*) Dr M Lucky Akbar SSos MSi adalah Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi
Copyright © ANTARA 2025