Jakarta (ANTARA) - Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai bahwa Presiden RI Prabowo Subianto lebih vokal dan politis dalam isu-isu politik luar negeri (polugri) dibandingkan presiden sebelumnya Joko Widodo.
Pernyataan tersebut disampaikan peneliti sekaligus Direktur China-Indonesia di Celios, Muhammad Zulfikar Rakhmat saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat, menanggapi Pidato Kenegaraan Prabowo dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan RI.
“Kalau dibandingkan dengan masa Jokowi, gaya penyampaiannya berbeda. Jokowi cenderung fokus pada diplomasi ekonomi pragmatis (investasi, infrastruktur, G20), sedangkan presiden sekarang tampak lebih vokal dan politis di isu-isu geopolitik dan kemanusiaan,” kata Zulfikar.
Presiden Prabowo saat menyampaikan Pidato Kenegaraan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat, hanya menyampaikan secara umum mengenai upaya diplomasi luar negeri yang telah dilakukannya selama 10 bulan menjabat.
Presiden, di antaranya, menyebutkan mengenai bergabungnya Indonesia ke forum kerja sama ekonomi dan geopolitik BRICS, penyelesaian perundingan dagang Uni Eropa dengan Indonesia yakni Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA), perundingan dengan Amerika Serikat (AS) hingga peran aktif dalam pengakuan Palestina dan pengiriman bantuan kemanusiaan untuk Gaza.
Baca juga: Prabowo soroti upaya Indonesia dukung solusi dua negara Palestina
Menanggapi hal itu, Zulfikar menilai bahwa Kepala Negara seharusnya bisa lebih menguraikan upaya diplomasi luar negeri selama satu tahun terakhir yang jauh lebih kompleks.
“Presiden merangkumnya sangat singkat, padahal diplomasi luar negeri kita selama setahun terakhir jauh lebih kompleks. Penyebutan BRICS, CEPA, hubungan dengan AS, dan isu Palestina memang penting, tapi tidak mencerminkan seluruh dinamika yang terjadi — terutama di ASEAN, Indo-Pasifik, dan isu keamanan maritim,” ujarnya.
Peneliti itu berargumen, penyampaian isu luar negeri yang pendek, berisiko membuat publik menilai bahwa upaya diplomasi Presiden Prabowo hanya sebatas serangkaian momen simbolis, bukan strategi jangka panjang.
“Memang terlihat presiden ingin menonjolkan keberhasilan yang ‘bercerita besar’ di panggung global, tapi risikonya publik jadi melihat diplomasi kita sebatas serangkaian momen simbolis, bukan strategi jangka panjang,” tuturnya.
Baca juga: Prabowo: Kehadiran RI di perayaan Prancis, India bukti pengaruh global
Parlemen menggelar Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD RI Tahun 2025 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat.
Dalam rangkaian acara Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD 2025, Presiden Prabowo Subianto memaparkan pidato tentang laporan kinerja lembaga-lembaga negara dan pidato kenegaraan dalam rangka HUT ke-80 Kemerdekaan RI.
Sidang Tahunan dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI Tahun 2025 dilaksanakan menjelang HUT Ke-80 Kemerdekaan RI yang bertema "Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju".
Baca juga: Prabowo: Indonesia butuh pertahanan kuat di tengah gejolak global
Baca juga: Soal perbatasan dengan negara tetangga, Prabowo: Itu warisan penjajah
Baca juga: Prabowo: Indonesia berhasil nego tarif dengan AS jadi 19 persen
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Martha Herlinawati Simanjuntak
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.