Jakarta (ANTARA) - Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong menyatakan penguatan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dipengaruhi harapan pembicaraan untuk kesepakatan Ukraina.
“Rupiah dan mata uang regional maupun dunia pada umumnya menguat terhadap dolar AS yang melemah oleh harapan pembicaraan untuk kesepakatan Ukraina,” ujarnya kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Pada Rabu (12/2), Presiden AS Donald Trump mengatakan dirinya dan Presiden Rusia Vladimir Putin sepakat untuk menghentikan perang di Ukraina. Mereka berbicara tentang kekuatan negara masing-masing dan “manfaat besar” yang akan mereka dapatkan suatu hari nanti jika bekerja sama.
Trump meminta Menteri Luar Negeri Marco Rubio, Direktur CIA John Ratcliffe, Penasihat Keamanan Nasional Michael Waltz dan utusan khususnya Steve Witkoff untuk memimpin negosiasi dengan Rusia dan Ukraina. Dia yakin proses negosiasi akan berhasil.
Efek dari hasil pertemuan ini dinilai memberikan sentimen positif terhadap mata uang emerging markets, termasuk rupiah.
Dolar AS juga tertekan akibat testimoni Gubernur The Fed Jerome Powell di depan Senat AS yang less hawkish.
“Walau Powell mengatakan tidak akan buru-buru memangkas suku bunga, namun juga mengakui telah ada kemajuan besar dalam inflasi,” ucap Lukman.
Di sisi lain, dia mengingatkan bahwa penguatan rupiah tidak signifikan oleh sentimen risk off di pasar ekuitas domestik.
Nilai tukar rupiah (kurs) pada pembukaan perdagangan hari Kamis di Jakarta, menguat 15 poin atau 0,09 persen menjadi Rp16.361 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.376 per dolar AS.
Adapun Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini justru melemah tipis ke level Rp16.365 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.364 per dolar AS.
Baca juga: Kurs rupiah Kamis diperkirakan cenderung bergerak "sideways"
Baca juga: Uji tangguh fondasi ekonomi di tengah gejolak pasar yang tak pasti
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2025