Jakarta (ANTARA) - Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede memandang penguatan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi oleh penutupan pemerintah (government shutdown) Amerika Serikat (AS).
Penutupan itu didorong oleh kebuntuan pendanaan belanja kesehatan, meningkatkan risiko keterlambatan rilis data ekonomi utama, termasuk jobless claims dan non-farm payrolls untuk September 2025 yang, menurut dia, menambah ketidakpastian pasar.
“Penutupan pemerintah AS juga telah merumahkan sekitar 750 ribu pegawai federal, dengan perkiraan kerugian ekonomi harian sebesar 400 juta dolar AS,” ujar dia kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
“Untuk hari ini, rupiah diperkirakan akan diperdagangkan dalam kisaran Rp16.600–Rp16.725 per Dolar AS,” kata Josua.
Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Kamis di Jakarta menguat sebesar 26 poin atau 0,16 persen menjadi Rp16.609 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.635 per dolar AS.
Mengutip Sputnik, pemerintah federal AS kembali menjalani penutupan sebagian setelah Partai Republik dan Demokrat gagal mencapai kesepakatan mengenai pendanaan sementara sebelum batas waktu tengah malam.
Tahun fiskal 2024 telah berakhir pada 30 September, namun Kongres AS belum menyepakati anggaran untuk tahun mendatang.
Kebuntuan itu bermula dari ketegangan antara Partai Republik dan Demokrat di Senat, di mana Partai Republik tidak memiliki suara mayoritas yang dibutuhkan.
Senat Demokrat menolak versi resolusi berkelanjutan yang disahkan DPR AS yang akan mendanai pemerintah federal selama tujuh minggu tambahan, hingga 21 November. Mereka berpendapat bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) pendanaan yang digagas Partai Republik tidak cukup menjawab kekhawatiran mereka terkait kebijakan layanan kesehatan.
Sebaliknya, Partai Republik berpendapat bahwa versi resolusi berkelanjutan mereka, yang bertujuan mencegah penutupan pemerintah, merupakan proposal "bersih" yang mempertahankan tingkat pengeluaran saat ini sekaligus memberikan waktu tambahan untuk menegosiasikan rancangan undang-undang alokasi anggaran penuh untuk Tahun Anggaran 2025.
Saat ini, pasar disebut memperkirakan probabilitas 90 persen penurunan suku bunga The Fed sebesar 25 basis points (bps) bulan Oktober, dengan peluang hampir 70 persen untuk penurunan lebih lanjut pada akhir tahun.
Sentimen positif juga berasal dari surplus perdagangan Indonesia menjadi 5,49 miliar dolar AS pada September 2025 dari 4,17 miliar dolar AS pada Agustus 2025, yang sebagian besar disebabkan impor lebih lemah.
Sementara itu, inflasi tahunan meningkat menjadi 2,65 persen dari 2,31 persen, didorong oleh rebound harga pangan yang bergejolak dan inflasi inti lebih kuat.
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.