Jakarta (ANTARA) - Koordinator Tim Riset Ekosistem Film Jakarta, Nosa Normanda, memaparkan lima rekomendasi strategis untuk memperkuat ekosistem perfilman di Ibu Kota agar lebih berkeadilan dan berkelanjutan.
Rekomendasi tersebut merupakan hasil penelitian yang dirangkum dalam buku “Kisah Kasih Dunia Film Jakarta: Tantangan, Konsolidasi, dan Kolaborasi Menuju Jakarta Kota Sinema”, yang dipresentasikan dalam kegiatan Jakarta Film Tourism oleh Komite Film Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).
“Rekomendasi strategis yang saya kumpulkan, yang pertama soal regulasi,” kata Nosa di Jakarta, Selasa.
Baca juga: DKJ soroti urgensi penguatan kelembagaan ekosistem film Jakarta
Ia menjelaskan bahwa ekosistem film Jakarta bersifat “rizomatik”—tumbuh organik, tidak terpusat, dan bergerak melalui komunitas, ruang alternatif, serta jaringan informal—yang membuat kebijakan sulit menjangkau pelaku film. Absennya regulasi disebut sebagai permasalahan mendasar.
“Kita membutuhkan perda perfilman dan komisi film sebagai jembatan antara pemerintah, industri, dan komunitas. Tanpa payung hukum, isu seperti perizinan, standar kerja, hingga pemetaan ekosistem sulit ditangani,” ujarnya.
Rekomendasi kedua adalah penguatan sumber daya manusia melalui sertifikasi profesi, pelatihan berkelanjutan, dan perlindungan keselamatan kerja. Riset menunjukkan lebih dari 58 persen pekerja film berstatus freelancer tanpa jaminan sosial, sementara proses rekrutmen masih didominasi hubungan informal.
Baca juga: Pidato "Suara Bajaj dari Cikini", asa warga Jakarta yang kian berubah
Pada sisi pendanaan, Nosa mendorong skema match fund seperti di Thailand dan Malaysia, di mana pemerintah menambah porsi pendanaan yang diperoleh sineas dari luar negeri atau lembaga independen. Menurut dia, skema ini lebih relevan daripada hibah kecil yang selama ini tersedia.
Dari aspek distribusi, ia menilai akses ruang putar masih tidak merata, dengan konsentrasi terbanyak di Jakarta Selatan. Program pemutaran yang memanfaatkan infrastruktur publik dinilai dapat memperluas akses penonton.
Terakhir, Nosa menekankan perlunya sistem pembaruan data berbasis partisipasi warga agar pemetaan ekosistem lebih konsisten dan tidak bergantung pada riset besar yang sporadis.
“Seluruh rekomendasi ini ditujukan untuk membangun ekosistem film Jakarta yang adil, stabil, dan berkelanjutan,” ujar Nosa.
Baca juga: DKJ berharap Jakarta sebagai kota global tanpa kehilangan makna lokal
Baca juga: Pidato Kebudayaan dinilai sebagai bentuk ekosistem budaya yang hidup
Pewarta: Adimas Raditya Fahky P
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































