Jakarta (ANTARA) - Selama bertahun-tahun, pariwisata Indonesia terlalu sibuk mengejar angka kunjungan wisatawan, seolah-olah semakin banyak turis datang otomatis berarti keberhasilan.
Padahal, di balik kebanggaan jutaan kunjungan, muncul masalah yang sering diabaikan: kepadatan di destinasi populer, komersialisasi berlebihan, timbunan sampah, hingga kerusakan alam yang sulit dipulihkan.
Banyak destinasi cepat terkenal, lalu cepat pula merosot. Pertanyaannya, apakah kita akan terus terjebak dalam pola lama, atau berani melangkah menuju pariwisata yang lebih berkualitas, berkelanjutan, dan bermakna?
Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah memberi sinyal kuat. Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menjadi bukti nyata.
RUU bukan sekadar revisi pasal, melainkan rekonstruksi besar. Jika sebelumnya pariwisata hanya dipandang dari sisi atraksi fisik dan eksploitasi sumber daya, kini titik berat bergeser ke hak asasi manusia, pembangunan peradaban, dan penguatan identitas bangsa.
Pariwisata dipahami bukan sekadar destinasi, tetapi juga manusia, budaya, serta kisah yang membentuknya.
Proses lahirnya RUU berlangsung panjang. Kementerian Pariwisata bersama Komisi VII DPR menggelar rapat kerja sejak 3 Februari 2025, mengadakan serap aspirasi di empat daerah strategis, hingga berkoordinasi lintas 18 kementerian dan lembaga.
Konsensus pun tercapai: arah pembangunan pariwisata harus berubah. Kesepakatan kolektif tersebut menjadi energi baru untuk membawa Indonesia ke era pariwisata yang lebih matang dan berlandaskan keberlanjutan.
Baca juga: Komisi VII: RUU Kepariwisataan ubah paradigma pariwisata RI
Visi Holistik
Salah satu kekuatan RUU terletak pada visinya yang menyeluruh. Kementerian Pariwisata menegaskan bahwa substansi RUU mencakup seluruh aspek ekosistem: destinasi, pemasaran, industri, dan pemberdayaan masyarakat.
Pendekatan integratif ini membuat pengelolaan destinasi lebih terkendali, promosi lebih tepat sasaran, dan manfaat ekonomi lebih merata.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.