Jakarta (ANTARA) - Di tengah dinamika perekonomian yang penuh kehati-hatian, industri perbankan nasional dihadapkan pada sebuah fenomena yang berkembang dalam senyap, tapi berpotensi menggerus profitabilitas secara signifikan, yakni meningkatnya angka "kredit menganggur" atau undisbursed loan.
Ini bukanlah kredit macet, melainkan fasilitas kredit yang telah disetujui oleh bank namun tidak kunjung ditarik atau dimanfaatkan oleh debitur. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan tren kenaikan yang patut diwaspadai, di mana total fasilitas kredit yang belum ditarik perbankan mencapai ribuan triliun rupiah. Ini menjadi bom waktu efisiensi bagi industri.
OJK mencatat, pada Februari 2025 jumlah kredit menganggur perbankan mencapai Rp2.332 triliun, meningkat 11,52 persen secara tahunan (year on year/YoY). Angka ini hanya turun tipis 0,6 persen secara bulanan (month on month/MoM) dibanding Januari 2025 yang tercatat sebesar Rp2.348 triliun.
Kondisi ini mencerminkan sikap konservatif dunia usaha yang menahan ekspansi di tengah ketidakpastian ekonomi global serta menanti stabilitas pasca-siklus politik. Namun, bagi bank, dana yang “parkir” ini menimbulkan dua beban utama.
Pertama, naiknya cost of interest atau biaya bunga. Bank harus tetap membayar bunga kepada para deposan atas dana yang dihimpun, tapi tidak mendapatkan pendapatan bunga dari kredit yang tidak dicairkan.
Kedua, pembengkakan cost of operational atau biaya operasional, karena setiap komitmen kredit yang diberikan tetap memerlukan alokasi modal sesuai aturan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) serta biaya manajemen risiko yang terus berjalan. Jika dibiarkan, akumulasi beban ini dapat secara perlahan mengikis kesehatan finansial bank.
Di tengah tantangan ini, sebuah solusi strategis mengemuka: pergeseran menuju skema pure intermediary, sebuah model yang dicontohkan dengan gemilang oleh PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) melalui akad wadiah.
Baca juga: Rp1.400 triliun kredit bank berstatus "menganggur"
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.