Polda Bali pulangkan 21 ABK korban dugaan perdagangan orang 

2 weeks ago 11

Denpasar (ANTARA) - Kepolisian Daerah Bali memulangkan 21 orang anak buah kapal KM Awindo 2A yang diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Bali Komisaris Besar Polisi Ariasandy di Denpasar, Kamis, membenarkan pemulangan 21 korban (yang sebelumnya ditulis 12 korban) tersebut ke daerahnya masing-masing.

"Subdit IV Ditreskrimum Polda Bali secara resmi telah menyerahkan 21 korban kepada Direktorat Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk dipulangkan ke rumahnya masing-masing," katanya.

Puluhan ABK tersebut berasal dari berbagai daerah di Pulau Jawa, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jabodetabek, dan Banten.

Kegiatan penyerahan yang dilaksanakan di Gedung RPK Polda Bali dihadiri Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Bali AKBP Gusti Ayu Putu Suinaci, Kasubdit Perlindungan Nelayan, Direktorat Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP Hj. Muhammad Iqbal, LBH Bali I Made Andi Winaba, Syahbandar KKP PPN Pengambengan Habibi, dan dari Destructive Fishing Watch Siti Minatun.

Sandy mengatakan melalui kegiatan itu, Polda Bali telah menunjukkan bukti nyata dan komitmennya dalam memerangi kejahatan dalam TPPO yang terjadi di wilayah hukum Polda Bali.

Baca juga: ABK diduga korban TPPO melapor ke Bareskrim

Sebelumnya, tim dari Direktorat Reskrimum Polda Bali berhasil mengungkap kasus tersebut saat KM Awindo 2A berlabuh di Pelabuhan Benoa.

Hasil testimonial terhadap puluhan ABK tersebut, kuat dugaan mereka terindikasi penjeratan utang dan penipuan, serta metode perekrutan yang identik dengan memanfaatkan status kelompok rentan.

Korban yang didominasi pria berusia 18-23 tahun tersebut kemudian dibawa ke Polda Bali.

Kepada penyidik, para ABK itu mengaku kartu tanda penduduk (KTP) mereka telah ditahan oknum yang mempekerjakan mereka. Begitu juga telepon genggam mereka diambil.

Berdasarkan pengakuan para korban, mereka dipaksa bekerja tanpa kontrak kerja dan kepastian hak/jaminan kerja serta tanpa memperhatikan K3 (Kesehatan & Keselamatan Kerja).

Para korban juga mengaku makan hanya diberikan enam bungkus mie setiap kali makan, yang jika dibagikan setiap orang hanya mendapatkan dua sendok mie.

Baca juga: Bareskrim terima dan dalami laporan ABK korban TPPO

Para korban juga meminum air tawar mentah yang diambil dari palka penyimpanan air tawar kapal, tanpa penerangan, disekap dengan akses yang sulit dijangkau dari daratan/posisi kapal sedang labuh di tengah perairan Pelabuhan Benoa.

Berdasarkan hasil testimoni yang ditulis para korban, kebanyakan mereka takut, kecewa, merasa ditipu, ingin pulang dan khawatir dicelakai apabila kapal sudah meninggalkan Pelabuhan Benoa.

Sandy mengatakan para korban awalnya dijanjikan berbagai hal seperti bekerja pada UPI (unit pengelolaan ikan), bekerja pada sejumlah perusahaan (Jakarta, Pekalongan, Surabaya) yang bukan di Bali, bebas biaya/potongan calo.

"Korban diberikan kasbon Rp6 juta diawal sebelum mulai bekerja, namun mereka hanya menerima kisaran Rp2.500.000 karena harus dipotong biaya calo, sponsor, administrasi, cetak KTP, travel, dan biaya-biaya lainnya yang tidak mereka ketahui," katanya.

Tak hanya itu, mereka dijanjikan rata-rata akan menerima gaji per bulan Rp3.400.000, namun ternyata hanya Rp35.000 per hari.

Polda Bali hingga kini masih memburu pelaku TPPO tersebut.

Baca juga: Polda Bali bongkar TPPO 12 ABK KM Awindo 2A di Pelabuhan Benoa

Baca juga: Kepala BP2MI temui Hadi sampaikan ABK juga rentan jadi korban TPPO

Pewarta: Rolandus Nampu
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |