Surabaya, Jawa Timur (ANTARA) - Kementerian Kesehatan, Jhpiego, Biofarma, dan Roche melaksanakan proyek percontohan skrining HPV DNA untuk kanker serviks dengan metode pengambilan sampel secara mandiri, menargetkan sebanyak 5.500 perempuan di Surabaya, sebagai upaya mengatasi sejumlah tantangan dalam cakupan skrining.
Country Director Johns Hopkins Program for International Education in Gynecology and Obstetrics (Jhpiego) Indonesia Maryjane Lacoste mengatakan, proyek inovatif tersebut sejalan dengan salah satu target nasional untuk eliminasi kanker serviks, yakni memastikan 75 persen perempuan berusia 30-69 tahun melakukan skrining kanker serviks.
Cakupan skrining kanker serviks baru mencapai sekitar 7 persen pada 2023, katanya ketika ditemui di Surabaya, Jawa Timur, Senin.
Maryjane menyebutkan bahwa pada metode tersebut, pengambilan sampel dapat dilakukan sendiri di mana saja, seperti di puskesmas, bahkan di rumah, dan sampelnya dapat dikirim ke laboratorium untuk dicek lebih lanjut.
"Dari sisi permintaan, ada daerah-daerah yang mungkin sulit bagi para perempuan untuk mendapatkan layanan kesehatan, sehingga pengambilan sampel mandiri ini menjadi pilihan bagus bagi para tenaga kesehatan. Atau mungkin fasilitas labnya terbatas, yang kalau misalkan kita buat ada sebuah hub dan pemeriksaan yang terpusat, masalah ini bisa diatasi," katanya.
Baca juga: CCEF di Bali bakal perkuat komitmen eliminasi kanker serviks global
Dia berharap dengan pengenalan metode pengambilan sampel secara mandiri, lebih banyak perempuan yang mau memeriksakan diri.
Maryjane menyebutkan terdapat dua wilayah yang menjadi fokus proyek percontohan skrining HPV DNA, yakni Surabaya yang menjadi contoh daerah perkotaan dan Sidoarjo sebagai contoh daerah pedesaan.
Di Sidoarjo, terdapat sebanyak 923 perempuan yang ditargetkan untuk diskrining, dan metode yang digunakan adalah swab serviks, yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan. Sehingga, katanya, target total proyek percontohan itu ada 6.423.
Terkait alat pengecekan untuk sampel-sampel di Surabaya, proses dilakukan secara otomatis, menggunakan mesin bernama Cobas 5800 dari Roche, di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Surabaya. Sedangkan di Sidoarjo, katanya, sampel diproses secara manual di laboratorium di Mojokerto.
Selain memperkenalkan metode pengambilan sampel baru, katanya, pihaknya juga bekerja sama dengan para kader agar mereka mampu mengkomunikasikan hasil skrining secara baik, misalnya apabila butuh tindak lanjut seperti ablasi termal atau rujukan ke rumah sakit.
Untuk Juni-Oktober 2025, pihaknya melanjutkan edukasi, skrining, dan terapi ablasi termal, dan pada Desember 2025, rencananya hasil akhir proyek itu akan dilaporkan.
Hasil pada proyek tersebut, katanya, akan digunakan untuk membantu pemerintah pusat merumuskan pendekatan terbaik dalam skrining kanker serviks, baik untuk daerah dengan volume sampel tinggi seperti perkotaan, maupun volume sampel rendah seperti pedesaan.
"Kanker serviks 100 persen bisa dicegah. Jika seorang perempuan datang seawal mungkin untuk skrining, (virus) bisa dideteksi lebih awal. Jika itu bermanifestasi menjadi lesi prakanker, itu bisa ditangani, dan tidak bakal berlanjut menjadi kanker serviks," ujar Maryjane.*
Baca juga: Kanker Serviks sasar ribuan perempuan tiap tahun, kenali gejalanya
Baca juga: Mengapa vaksin HPV penting untuk perempuan?
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.