Jakarta (ANTARA) - PT Pertamina (Persero) memacu transisi energi di sektor transportasi melalui pengembangan biofuel, bahan bakar penerbangan berkelanjutan (Sustainable Aviation Fuel/SAF), hingga hidrogen hijau.
Dorongan itu diharapkan dapat mengurangi emisi karbon sekaligus menjaga ketahanan energi Indonesia.
"Transisi energi harus dijalankan secara serius agar Indonesia tetap tangguh menghadapi perubahan global. Pertamina fokus tidak hanya pada energi ramah lingkungan, tetapi juga andal dan terjangkau," kata Pjs SVP Sustainability Pertamina Indira Pratyaksa dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Salah satu langkah yang diambil adalah penerbangan uji coba SAF yang dilakukan oleh Pelita Air Service pada 20 Agustus 2025. Pesawat berhasil terbang pulang-pergi Jakarta-Bali dengan bahan bakar ramah lingkungan produksi Pertamina.
"SAF yang kami kembangkan sudah melalui uji coba bersama mitra internasional dan terbukti mampu menurunkan emisi hingga 85 persen dibandingkan bahan bakar konvensional," jelas Indira.
Direktur Proyek dan Operasi PT Pertamina New Renewable Energy (PNRE) Norman Ginting menambahkan sektor transportasi menjadi penyumbang 36 persen konsumsi energi nasional dan sekitar 73 persen dari total konsumsi BBM nasional.
Oleh karena itu, Pertamina memandang transformasi energi bersih di sektor ini menjadi sangat penting.
"Indonesia masih bergantung pada impor minyak sejak 2003. Untuk mengurangi ketergantungan tersebut sekaligus menekan emisi karbon, Pertamina berkomitmen mempercepat diversifikasi energi di sektor transportasi," ujar Norman.
Untuk biodiesel, program B40 resmi berjalan pada 2025, dengan dukungan kilang hijau (green refinery) yang dapat memproduksi Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) untuk melampaui kebutuhan pencampuran biodiesel.
Terkait kendaraan listrik dan baterai, melalui Indonesia Battery Corporation (IBC), Pertamina membangun ekosistem EV dan BESS (battery energy storage system) dengan ambisi menjadi produsen terbesar di ASEAN.
Adapun untuk hidrogen dan e-fuel, Pertamina tengah menyiapkan dua stasiun pengisian hidrogen (HRS) di Daan Mogot (2026) dan Jawa Barat (2028), dengan kapasitas awal 200-500 kg/har.
"Indonesia dianugerahi potensi energi bersih dan terbarukan yang melimpah, namun tetap ada tantangan di depan. Karena itu kita perlu bekerja sama. Transisi energi membutuhkan aksi kolektif dengan kolaborasi erat dari semua pihak," tutur Norman.
Baca juga: Kilang Pertamina dukung penurunan emisi melalui green refinery
Baca juga: Pertamina menilai pemerintah jaga suplai minyak jelantah untuk SAF
Baca juga: Pertamina Patra Niaga menambah 25 titik pengumpulan minyak jelantah
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.