Badung, Bali (ANTARA) - Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menyatakan, penyederhanaan regulasi dan perbaikan tata kelola distribusi pupuk bersubsidi yang ditetapkan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto mendorong peningkatan luas panen dan produksi beras.
“Apa yang sudah kita lakukan mendorong tingginya penebusan pupuk bersubsidi oleh petani. Hingga saat ini petani sudah menebus sekitar dua juta ton pupuk bersubsidi. Inilah yang mendorong produktivitas beras kita tertinggi,” kata Sudaryono di Badung, Bali, Rabu.
Dia menjelaskan, pada empat bulan di awal tahun ini, potensi luas panen padi nasional diperkirakan mencapai 4,56 juta hektare (ha). Luasan ini setara dengan 13,95 juta ton beras.
Sebagai perbandingan luas panen padi pada periode yang sama tahun lalu hanya 3,57 juta ha, dengan demikian ada peningkatan 27,69 persen.
Sementara produksi beras tahun 2024 sebesar 11,07 juta ton, sehingga tahun ini diperkirakan naik sekitar 25,99 persen.
Pada forum internasional industri pupuk yang salah satunya dihadiri oleh Pupuk Indonesia, Wamentan menyampaikan produktivitas tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri, Indonesia tidak perlu impor beras.
Adapun konsumsi beras nasional di bulan Januari hingga April 2025 sekitar 10,37 juta ton, sehingga masih surplus.
Ia menjelaskan, untuk mewujudkan percepatan swasembada pangan, Presiden Prabowo telah banyak melakukan perubahan kebijakan pupuk bersubsidi.
Adapun dampak yang paling dirasakan oleh petani atas perubahan tersebut, yaitu pupuk bersubsidi dapat ditebus petani terdaftar melalui aplikasi i-Pubers Pupuk Indonesia sejak 1 Januari 2025.
Wamentan mengungkapkan, penebusan pupuk bisa dilakukan mulai awal tahun karena Pemerintah telah banyak melakukan penyederhanaan regulasi.
Sebelumnya ada 70 regulasi yang mengatur pupuk bersubsidi, mulai dari Undang-undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), hingga Instruksi Presiden (Inpres).
Selain itu juga masih harus menunggu Surat Keputusan (SK) Gubernur dan SK Bupati/Walikota sebelum pupuk bersubsidi didistribusikan. Mulai tahun 2025, SK tersebut tidak lagi diperlukan.
“Itu kenapa ketika petani membutuhkan pupuk bersubsidi, pupuknya tidak ada. Pupuk bersubsidi baru datang ketika petani sudah panen. Presiden menginstruksikan untuk menyederhanakan sistem yang rumit, termasuk regulasi,” ujarnya.
Wamentan mengatakan, untuk mendukung kelancaran penyaluran pupuk bersubsidi di tahun 2025, Pemerintah juga menyederhanakan alur distribusi.
Apabila sebelumnya, pupuk bersubsidi didistribusikan melalui produsen, distributor, pengecer, dan ke petani. Tahun ini, alur tersebut diubah, dari produsen langsung menuju titik serah (Poktan/Kelompok Pembudidaya Ikan/Pengecer) dan ditebus oleh petani.
Perubahan berikutnya yaitu pemutakhiran data Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (E-RDKK) dapat dilakukan kapanpun di tahun berjalan. Sementara tahun 2024 dapat diubah per empat bulan sekali di tahun berjalan, sedangkan tahun-tahun sebelumnya harus menunggu pergantian tahun atau pada penetapan alokasi baru.
Menurut Wamentan, Pemerintah juga mengembalikan sejumlah kebijakan, diantaranya memasukkan pembudidaya ikan sebagai penerima pupuk bersubsidi.
Selain itu juga kembali menetapkan SP-36 dan ZA sebagai pupuk bersubsidi.
Pemerintah juga menambahkan ubi kayu atau singkong sebagai komoditas penerima pupuk bersubsidi.
Sebelumnya hanya sembilan komoditas yang bisa mendapatkan pupuk bersubsidi, yaitu padi, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai, kakao, kopi, dan tebu.
Terakhir, mulai tahun ini penetapan alokasi pupuk bersubsidi tingkat provinsi dan kabupaten/kota dilakukan oleh Kepala Dinas Pertanian setempat. Dengan demikian prosesnya lebih sederhana.
Dirinya menambahkan perubahan kebijakan ini juga dilakukan di tahun 2024.
Di antaranya petani terdaftar cukup membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP) ke kios Pupuk Indonesia untuk melakukan penebusan, tidak perlu lagi diwajibkan melakukan foto dengan produk pupuk bersubsidi yang ditebus. Sementara bagi petani terdaftar yang tidak bisa datang ke kios untuk melakukan penebusan karena sakit, dapat diwakilkan oleh keluarga atau Poktan.
Pemerintah di tahun 2024 juga menetapkan anggaran subsidi pupuk berbasis pada volume kebutuhan.
Di tahun tersebut, Pemerintah menaikkan alokasi pupuk bersubsidi dari 4,7 juta ton menjadi 9,55 juta ton.
Untuk meningkatkan tata kelola, Pemerintah membuat virtual account. Dengan demikian, pembayaran pupuk bersubsidi by name by address atau per Nomor Induk Kependudukan (NIK).
“Pupuk ini penting karena populasi kita besar, maka kebutuhan pangan juga besar. Supaya kita mendapatkan pangan yang besar, panen kita juga harus besar. Kalau mau panen yang besar, menanamnya juga harus besar. Jika menanamnya besar maka jumlah pupuknya juga harus besar. Sehingga kebutuhan pupuk kita besar,” pungkas Wamentan.
Pewarta: Rolandus Nampu
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025