Pengamat nilai penganugerahan gelar pahlawan wujud kedewasaan sejarah

1 hour ago 2
Gelar pahlawan nasional tahun ini punya makna mendalam, yakni negara mengakui bahwa kepahlawanan lahir dalam banyak bentuk

Jakarta (ANTARA) - Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai langkah Presiden Prabowo mengangkat tokoh-tokoh lintas zaman dan latar perjuangan sebagai pahlawan nasional ini merefleksikan cara baru bangsa menghormati sejarahnya secara utuh serta sebagai wujud kedewasaan bangsa.

“Gelar pahlawan nasional tahun ini punya makna mendalam, yakni negara mengakui bahwa kepahlawanan lahir dalam banyak bentuk. Dari stabilitas dan pembangunan, perjuangan untuk kebebasan, hingga keberanian menegakkan keadilan sosial,” ujar Trubus di Jakarta, Senin.

Presiden RI Prabowo Subianto menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh bangsa dari berbagai latar perjuangan, mulai dari pemimpin negara, ulama, diplomat, hingga aktivis buruh perempuan.

Penganugerahan ini ditetapkan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 116/TK/Tahun 2025, yang menegaskan penghargaan negara terhadap sosok-sosok yang berjasa dalam menjaga kedaulatan, persatuan, dan kemanusiaan bangsa.

Sepuluh tokoh penerima gelar tahun ini antara lain K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Jenderal Besar TNI H.M. Soeharto, Marsinah, Prof. Mochtar Kusumaatmadja, Hajjah Rahmah El Yunusiyyah, Jenderal (Purn) Sarwo Edhie Wibowo, Sultan Muhammad Salahuddin, Syaikhona Muhammad Kholil, Tuan Rondahaim Saragih, dan Zainal Abidin Syah.

Tiga nama yang paling menyedot perhatian publik tahun ini adalah Soeharto, Gus Dur, dan Marsinah. Tiga figur dari zaman dan perjuangan berbeda, namun kini disatukan dalam satu gelar pahlawan nasional.

Bagi banyak pihak, penganugerahan ini menandai babak baru dalam cara Indonesia memaknai jasa dan nilai-nilai kepemimpinan.

Baca juga: Soeharto resmi pahlawan, Prabowo serahkan gelar ke Tutut Soeharto

Soeharto dikenang karena menegakkan stabilitas dan membangun fondasi ekonomi nasional. Gus Dur dihormati karena memperjuangkan kebebasan, kemanusiaan, dan pluralisme. Sementara Marsinah diabadikan sebagai simbol keberanian buruh perempuan dalam menuntut keadilan sosial.

“Ketiganya melambangkan tiga nilai utama yang saling melengkapi: keteraturan, kebebasan, dan keberanian. Bangsa ini membutuhkan keseimbangan antara ketiganya agar tetap kokoh dan maju,” kata Trubus.

Penganugerahan kepada Soeharto menjadi sorotan paling luas. Survei KedaiKOPI mencatat 80,7 persen responden mendukung Soeharto dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, dengan alasan swasembada pangan (78 persen), pembangunan nasional (77,9 persen), dan stabilitas politik (59,1 persen).

Sementara survei LSI Denny JA menunjukkan Soeharto sebagai presiden paling disukai publik (29 persen), disusul Joko Widodo dan Soekarno.

Trubus menilai, dukungan publik yang tinggi menandakan adanya kerinduan terhadap nilai stabilitas, disiplin, dan efektivitas kepemimpinan.

“Di tengah ketidakpastian ekonomi global, publik mencari figur yang dulu berhasil menjaga keteraturan dan kepastian. Makna kepahlawanan Soeharto bukan glorifikasi masa lalu, tapi pengingat bahwa kemajuan ekonomi butuh stabilitas dan perencanaan jangka panjang,” kata dia.

Baca juga: Hari Pahlawan, Presiden Prabowo kenang sejarah Pertempuran Surabaya

Berbeda dengan Soeharto, Gus Dur dikenang sebagai figur yang mengedepankan kebebasan berpikir dan keberanian moral. Sebagai presiden ke-4, ia membuka ruang demokrasi pascareformasi, memperjuangkan toleransi antaragama, dan memperkuat penghormatan pada hak-hak minoritas.

“Kalau Soeharto melambangkan keteraturan, maka Gus Dur mengajarkan kebebasan dengan tanggung jawab,” kata Trubus.

Sementara itu, Marsinah menjadi simbol keberanian rakyat kecil menegakkan keadilan sosial. Aktivis buruh asal Nganjuk ini dibunuh pada 1993 setelah menuntut hak-hak pekerja di pabrik tempatnya bekerja.

Pengakuan negara terhadapnya sebagai pahlawan nasional menunjukkan bahwa perjuangan keadilan tak selalu datang dari elite, tapi bisa lahir dari rakyat biasa.

“Keberanian Marsinah adalah pengingat bahwa pahlawan tidak selalu berseragam, kadang datang dari suara yang tak didengar,” ujar Trubus.

Menurutnya, penghargaan ini memperluas makna kepahlawanan yakni bukan sekadar perjuangan fisik atau politik, tetapi juga perjuangan moral menegakkan keadilan.

Trubus menyimpulkan ketiga tokoh menonjol itu, yaitu Soeharto, Gus Dur, dan Marsinah, mewakili keseimbangan nilai yang dibutuhkan bangsa. Dari Soeharto tentang stabilitas dan kemandirian, dari Gus Dur tentang kebebasan dan kemanusiaan, dan dari Marsinah tentang keberanian melawan ketidakadilan.

Baca juga: Khofifah: Pengajuan gelar Pahlawan Nasional untuk Marsinah sejak 2022

Baca juga: Gibran dampingi Prabowo pada peringatan Hari Pahlawan 2025

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |