Jakarta (ANTARA) - Pengamat hukum energi dan sumber daya alam Rifqi Nuril Huda meminta lembaga penegak hukum di Indonesia bergerak masuk dan turun tangan untuk memastikan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) melaksanakan amanat undang-undang (UU) dan peraturan yang berlaku.
Pasalnya, kata dia, terdapat KKKS yang tetap memilih barang impor meskipun produk lokal tersedia, bahkan ada dugaan manipulasi dokumen tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
"Celah-celah ini bukan hanya melanggar kontrak, melainkan juga merugikan industri lokal yang sedang tumbuh,” kata Rifqi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.
Dengan turunnya lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung), dia berharap KKKS dalam melaksanakan kontraknya tidak merugikan negara dan rakyat Indonesia, khususnya sehubungan dengan aturan kewajiban menggunakan barang dalam negeri.
KKKS merupakan badan usaha atau bentuk usaha tetap yang diberi wewenang oleh pemerintah (melalui SKK Migas) untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi di wilayah kerja tertentu di Indonesia berdasarkan kontrak kerja sama.
Namun demikian, Rifqi menegaskan kontrak kerja sama migas bukan sekadar dokumen formalitas lantaran di balik lembaran kertas itu, tersimpan janji besar bagaimana perusahaan KKKS mengelola kekayaan energi milik rakyat Indonesia.
Baca juga: DPR RI: KKKS harus percepat eksploitasi jika temukan cadangan migas
Dia menyampaikan Pasal 11 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) sudah jelas menyebutkan bahwa KKKS wajib melaksanakan isi kontrak kerja sama.
"Artinya, setiap janji dan komitmen dalam kontrak bukan basa-basi hukum. Itu adalah amanat yang membawa konsekuensi moral sekaligus hukum,” tuturnya.
Ia menjelaskan salah satu amanat penting itu merupakan kewajiban menggunakan TKDN sejauh tersedia dan sesuai spesifikasi. Pasal 40 dan 41 UU Migas secara eksplisit menegaskan perlindungan tersebut agar industri nasional tidak tersingkir oleh barang impor.
Di sisi lain, dikatakan bahwa Kementerian Perindustrian baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 35 Tahun 2025 tentang Sertifikasi TKDN dan Bobot Manfaat Perusahaan, menggantikan aturan lama yang sudah tidak relevan.
Namun, Rifqi menilai tantangan di lapangan masih sama, yakni adanya KKKS yang tetap memilih barang impor, sehingga akibatnya miliaran dolar mengalir ke luar negeri, sementara industri lokal hanya kebagian proyek kecil seperti katering dan transportasi.
Baca juga: ESDM wajibkan perusahaan migas serap minyak dari sumur rakyat
Selain itu, dirinya mengingatkan pengabaian TKDN sama saja mempertaruhkan masa depan industri nasional dan jutaan pekerja.
“Kalau KKKS lebih memilih impor, perusahaan dalam negeri kehilangan peluang, pekerja kehilangan pekerjaan, dan negara kehilangan momentum membangun kemandirian,” ucap pria yang juga merupakan Direktur Eksekutif Institute of Energy and Development Studies (IEDS) tersebut.
Menurutnya, situasi itu semakin berat di tengah tren penurunan investasi asing langsung (FDI) dan meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK).
Padahal, kata Rifqi, filosofi Pasal 40 dan 41 UU Migas jelas memberi ruang hidup bagi pelaku usaha domestik, sehingga penerapan TKDN yang benar justru bukan ancaman, melainkan peluang.
“Dengan memprioritaskan produk lokal, perusahaan bisa membangun rantai pasok efisien, mengurangi biaya logistik, sekaligus memperkuat dukungan sosial,” tutur Rifqi.
Baca juga: Menteri ESDM akan tarik wilayah kerja dari KKKS yang lambat
Baca juga: Kepala SKK Migas kumpulkan CEO KKKS guna pacu produksi nasional
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.