Jakarta (ANTARA) - Pengamat BUMN sekaligus Managing Director Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Toto Pranoto mengingatkan bahwa industri pertahanan memerlukan tata kelola yang bersih dan profesional serta bebas dari intervensi politik yang merusak.
Hal tersebut merespons adanya kekhawatiran bahwa penempatan anggota partai di tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pertahanan, yang bisa berujung pada konflik dan mengganggu efektivitas kerja.
“Ini bagian paling basic, masalah tata kelola. Prinsip good corporate governance (GCG) harus jalan," ujar Toto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.
Maka dari itu, ia menilai bahwa industri pertahanan tidak boleh diurus secara biasa dan perlu mendapatkan perhatian serta perlakuan khusus dari negara, baik dalam bentuk investasi besar hingga penguatan tata kelola.
Toto menjelaskan bahwa saat ini para BUMN pertahanan sudah berhimpun dalam satu holding bernama ID Defense, yang anggotanya antara lain PT Penataran Angkatan Laut (PAL), PT Perindustrian Angkatan Darat (Pindad), PT Len Industri, PT Dirgantara Indonesia, dan PT Dahana. Holding tersebut dibentuk untuk mengelola industri strategis yang vital bagi negara.
Menurutnya, industri pertahanan merupakan tulang punggung kemandirian bangsa, sehingga dukungan nyata dari negara dinilai penting agar Indonesia tidak terus bergantung pada teknologi asing.
“Kita harus membangun sendiri. Sudah ada langkah-langkah seperti PAL kerja sama dengan POSCO Korea, juga kerja sama membuat kapal selam dan pesawat perang. Itu bagus, tapi harus diperkuat,” katanya.
Namun demikian, dirinya menekankan bahwa tantangan terbesar bukan hanya dari sisi teknologi, melainkan sumber daya manusia (SDM) dan riset inovasi.
Di sisi lain, dikatakan bahwa membangun industri pertahanan tak bisa hanya mengandalkan dana dari BUMN semata, tetapi butuh investasi Negara secara signifikan.
Oleh karena itu, Toto menyoroti peran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BP Danantara) selaku pengelola investasi strategis yang mengonsolidasikan dan mengoptimalkan investasi pemerintah. Dengan dukungan Danantara, kata dia, industri pertahanan akan dijadikan sebagai sektor prioritas negara.
“Kolaborasi jangan cuma komersial, tapi juga harus berdampak pada kemandirian industri persenjataan Indonesia. Danantara ke depan harus bisa memilah industri mana yang prioritas,” ungkap Toto.
Toto pun mencontohkan model di China yang menerapkan pengawasan ketat melalui lembaga negara State-owned Assets Supervision and Administration Commission of the State Council (SASAC), yang menentukan BUMN mana yang layak disubsidi dan mana yang bisa dilepas ke pasar.
Dia berpendapat bahwa industri pertahanan Indonesia layak mendapatkan subsidi negara, seperti halnya di negara-negara lain.
Maka dari itu, dirinya mengusulkan agar pengawasan terhadap Danantara tidak hanya bersifat internal, tetapi juga melibatkan publik. Transparansi dianggap kunci agar masyarakat bisa ikut mengawasi jika terjadi penyimpangan.
“Mungkin publik juga harus bisa memantau. Kalau perusahaan publik wajib lapor tahunan atau semesteran, sedangkan kalau bukan publik ya wajib tampilkan di website. Publik bisa jadi dewan pengawas yang efektif,” ucap dia.
Meski begitu, dia meyakini bahwa Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Pertahanan Sjafrie Syamsuddin memahami pentingnya membangun ekosistem pertahanan nasional yang kokoh, dengan penempatan SDM dan manajemen yang terbaik.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.