Sacramento (ANTARA) - Anak-anak Amerika Serikat (AS) saat ini memiliki berat badan yang lebih tinggi, menghadapi lebih banyak penyakit, dan berpeluang lebih besar untuk menghadapi kematian dibanding anak-anak dari generasi sebelumnya, menurut tinjauan paling ekstensif tentang kesejahteraan anak yang diterbitkan dalam hampir dua dekade terakhir.
Studi yang dirilis pada Senin (7/7) di Journal of the American Medical Association (JAMA) ini melacak 170 indikator kesehatan berbeda yang diambil dari delapan set data nasional yang mencakup periode sejak 2002.
"Semuanya mengarah pada satu titik, yaitu kesehatan anak semakin memburuk," kata penulis utama Christopher Forrest dari Rumah Sakit Anak Philadelphia (Children's Hospital of Philadelphia).
Para peneliti menemukan bahwa obesitas pada anak usia 2-19 tahun meningkat dari 17 persen dalam siklus survei 2007-2008 menjadi sekitar 21 persen pada siklus 2021-2023.
Riwayat kesehatan elektronik yang mencakup lebih dari 1 juta pasien muda menunjukkan bahwa diagnosis atas setidaknya satu kondisi kronis, seperti kecemasan, depresi, atau apnea tidur, naik dari sekitar 40 persen pada 2011 menjadi 46 persen pada 2023.
Survei orang tua yang dilakukan secara terpisah mencatat lonjakan risiko penyakit kronis sebesar 15-20 persen sejak 2011. Data kematian menunjukkan perbedaan yang bahkan lebih mencolok dengan negara-negara kaya lainnya.
Editorial JAMA itu menyebutkan bahwa kesenjangan kelangsungan hidup ini menempatkan AS di posisi terbawah dalam peringkat kesehatan anak di antara perekonomian-perekonomian maju, termasuk Kanada, Jerman, dan Jepang.
Pada periode 2007-2022, seorang anak di AS menghadapi kemungkinan sekitar 1,8 kali lebih besar untuk meninggal dibandingkan dengan anak-anak sebaya mereka di luar negeri, kata studi tersebut.
Kelahiran prematur dan kematian bayi mendadak mendominasi data untuk kategori bayi, sementara cedera akibat senjata api dan kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab kematian terbesar pada anak-anak dan remaja.
Tanda-tanda bahaya juga muncul dalam kategori kesehatan mental. Tingkat gejala depresi, kesepian, kesulitan tidur, dan keterbatasan aktivitas fisik semuanya meningkat selama periode studi tersebut.
"Anak-anak itu bagaikan burung kenari di tambang batu bara, mereka menyerap stres sosial lebih awal dan lebih intens daripada orang dewasa," kata Forrest.
Dalam editorial terkait, dokter anak Frederick Rivara dan Avital Nathanson berargumen bahwa perlindungan anak akan membutuhkan program pencegahan cedera, kesehatan ibu, dan program vaksinasi yang lebih kuat serta serangan terpadu terhadap kondisi sosial yang merusak kehidupan anak-anak.
Mereka memperingatkan bahwa pemotongan anggaran kesehatan masyarakat, penundaan perbaikan infrastruktur, atau penyebaran sentimen antivaksin akan membawa negara itu "ke arah yang salah."
Para penulis tidak menyalahkan satu penyebab tunggal atas penurunan ini. Sebaliknya, mereka mengaitkan penurunan ini dengan dampak gabungan dari pola makan yang penuh dengan makanan ultraproses, akses layanan medis yang tidak merata, lingkungan yang tidak aman, dan ketimpangan ekonomi yang semakin melebar.
Forrest mendesak adanya "rencana aksi dari lingkungan ke lingkungan yang memperlakukan kesehatan anak sebagai tanggung jawab komunitas."
Meskipun AS menghabiskan lebih banyak uang per orang untuk layanan kesehatan dibandingkan negara lain, studi ini menyimpulkan bahwa membalikkan tren negatif ini akan membutuhkan investasi yang jauh melampaui klinik, yakni di sekolah, perumahan, transportasi, dan layanan sosial, sebelum tanda-tanda bahaya saat ini menjadi krisis besar di masa depan.
Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.