Jakarta (ANTARA) - Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai, pemberantasan ekonomi informal atau underground economy bisa menjadi salah satu langkah efektif pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara hingga Rp500 triliun.
Wijayanto di Jakarta, Kamis menjelaskan, mengutip data EY, underground economy Indonesia mewakili sekitar 23,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara 326 miliar dolar AS.
Maka dari itu, potensi penerimaan negara dari sektor tersebut mencapai sekitar Rp500 triliun.
"Ini berpotensi meningkatkan penerimaan negara secara signifikan, sekaligus membantu para pengusaha kita untuk tumbuh melalui perbaikan iklim berusaha," kata Wijayanto.
Baca juga: Celios: Pajak progresif bisa tambah penerimaan Rp524 triliun per tahun
Underground economy sendiri dapat dikategorikan menjadi tiga, yakni produk legal yang masuk secara ilegal, produk legal yang tidak membayar pajak, serta produk ilegal.
Wijayanto mengibaratkan, pemberantasan underground economy seperti “mengambil ikan tanpa membuat keruh air kolam,” yang maksudnya dapat meningkatkan penerimaan negara tanpa mengganggu kondusivitas perekonomian.
"Memberantas underground economy, seperti mengambil ikan tanpa membuat keruh air kolam. Meningkatkan penerimaan negara, tanpa mengganggu kondusivitas ekonomi kita," terangnya.
Selain itu, ia memandang sejumlah saran Center of Economics and Law Studies (Celios) untuk menambah penerimaan negara menarik untuk dianalisa.
Baca juga: Celios: Perbankan jadi sumber utama pendanaan bagi pindar
Sebelumnya, Celios memperkirakan total penerimaan negara dari penerapan berbagai pajak progresif dapat mencapai Rp524 triliun per tahun.
Perhitungan itu mencakup 10 instrumen pajak seperti pajak kekayaan, pajak karbon, hingga pajak windfall profit sektor ekstraktif, serta dua instrumen kebijakan lainnya.
Celios menghitung, potensi penerimaan pajak kekayaan mencapai Rp81,6 triliun, pajak karbon Rp76,4 triliun, dan pajak produksi batu bara Rp66,5 triliun.
Sementara itu, pengakhiran insentif pajak yang dinilai pro konglomerat berpotensi menambah penerimaan sebesar Rp137,4 triliun.
Baca juga: Sri Mulyani sebut pemanfaatan pajak sama seperti wakaf dan zakat
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.