Putrajaya (ANTARA) - Pengurus Besar Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (PB MABMI) bersilaturahim dan bertukar pikiran dengan mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad di Putrajaya, Rabu, untuk mengangkat kembali harkat dan martabat masyarakat Melayu di Indonesia dan Malaysia.
Ketua Umum PB MABMI Prof DR OK Saidin mengatakan pertemuan dengan Tun Mahathir untuk bertukar pikiran dan mendapatkan semangat bagi kaum muda Melayu.
OK Saidin yang datang bersama sejumlah Pengurus PB MABMI yakni Asro Kamal Rokan, Adil Fredy Haberham, dan Faris Saleh Bashel mengatakan niat itu tentu bukan untuk mendirikan negara baru, tetapi bagaimana untuk mengangkat kembali masyarakat Melayu yang terpinggirkan.
Ia menyampaikan kondisi saat ini di mana anak-anak Melayu tidak bisa lagi membaca aksara Melayu. Orang Indonesia memang menggunakan bahasa Melayu, tetapi tidak menggunakan aksaranya.
Menurut dia, paling tidak sesama orang Melayu seharusnya masih bisa saling menggunakan aksara tersebut, sehingga keberadaannya tetap abadi.
Isu tersebut menjadi salah satu topik yang menjadi pembahasan dalam pertemuan PB MABMI dengan Mahathir Mohamad selama sekitar 40 menit di ruang kerjanya di Yayasan Kepemimpinan Perdana di Putrajaya.

OK Saidin mengatakan setidaknya ada sekitar 15 juta masyarakat Melayu di Indonesia.
Organisasi yang dipimpinnya saat ini memiliki setidaknya 12 cabang yang berada di berbagai provinsi di Indonesia, seperti di Sumatera, Kalimantan, hingga Jakarta atau Betawi, ataupun di Bali, tepatnya di Jembrana, di mana terdapat satu kawasan Melayu yang mayoritas penduduknya Muslim.
Mahathir Mohamad mengatakan tidak sadar bahwa ternyata begitu banyak orang Melayu ada di Indonesia.
Ia mengatakan hanya terpikir satu kawasan di sisi timur Sumatera yang dulu mempunyai raja-raja Melayu, negeri-negeri Melayu, yang pada masa perjuangan kemerdekaan kebanyakan dari mereka dibunuh. Bukan saja raja-raja Melayu, hal serupa juga terjadi dengan raja-raja Aceh, karena Kota Aceh yang ada sekarang ini dulu dikenal sebagai Bandar Raja atau Kota Raja.
“Saya tahu itu Kota Raja karena P Ramlee (aktor dan penyanyi Malaysia yang merupakan keturunan orang Aceh) menyanyikan lagu O Lele (Ulee Lheue) di Kota Raja,” kata Mahathir.
Mahathir mengatakan pada zamannya dulu, suku-suku di seluruh Kepulauan Melayu (Malay Archipelago) menggunakan bahasa Melayu dalam berdagang. Sesuai dengan yang tercatat dalam sejarah, bahasa itu bahkan dipahami oleh mereka yang ada di Filipina.
Menurut dia, memang budaya Melayu dapat dipertahankan di Indonesia dan Malaysia. Dan sebelum menutup diskusi, Mahathir mengatakan ahli-ahli, akademisi, perlu membuat kajian lagi untuk sejarah Melayu.
Baca juga: Majelis Adat Melayu RI-Malaysia sepakat perkuat pemajuan Budaya Melayu
Baca juga: PB MABMI minta Pemerintah dan DPR sahkan UU Masyarakat Adat
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025