Jakarta (ANTARA) - PAM Jaya memastikan perubahan badan hukum dari Perusahaan Umum Daerah (Perumda) menjadi Perseroan Daerah (Perseroda) tidak membuat perusahaan air minum milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu semena-mena menaikkan tarif air bersih bagi pelanggan.
Direktur Operasional PAM Jaya Syahrul Hasan menegaskan, penetapan tarif air tetap diatur melalui regulasi Kementerian Dalam Negeri dan keputusan kenaikan tarif sepenuhnya berada di tangan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung.
"Tidak ada kenaikan tarif semena-mena karena kenaikan tarif diatur oleh Permendagri. Keputusan kenaikan tarif pun diambil oleh Pak Gubernur, bukan domain PAM Jaya," kata Syahrul dalam diskusi publik pusat studi Betawi di Universitas Islam As-Syafi’iyah (UIA), Pondok Gede, Kamis.
Menurut Syahrul, perubahan status hukum ini justru memberi ruang gerak lebih luas bagi PAM Jaya untuk mempercepat pembangunan infrastruktur tanpa terbentur birokrasi.
Baca juga: Perubahan status PAM Jaya tetap prioritaskan layanan publik
Dalam diskusi bertemakan "Perubahan Badan Hukum PD PAM Jaya Menjadi Perseroda PAM Jaya, Kenapa Takut?" itu, Syahrul menyebut perubahan status hukum itu dapat meningkatkan pelayanan air bersih kepada masyarakat.
"Penetapan tarif tetap di bawah kendali pemerintah, bukan pemegang saham. Ini menjadi PR bagi kami untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat," ujar Syahrul.
Syahrul menjelaskan, PAM Jaya membutuhkan investasi sebesar Rp34 triliun untuk memperluas jaringan perpipaan.
Oleh karena itu, perusahaan hanya akan melepas maksimal 30 persen saham kepada publik, sementara kendali mayoritas tetap di tangan Pemprov DKI Jakarta.
Sudah ada 14 perusahaan daerah air minum (PDAM) di Indonesia yang lebih dulu bertransformasi menjadi Perseroda, seperti PT Air Minum Giri Menang (Mataram), PT Tirta Sriwijaya Maju (Palembang), hingga PT Tirta Asasta (Depok).
Baca juga: PAM Jaya sudah pasang 130 ribu sambungan layanan air bersih
"Ke-14 PDAM itu membuktikan bahwa meski berubah menjadi Perseroda, kepemilikan tetap dipegang pemerintah daerah," ujar Syahrul.
Sementara itu, Anggota DPD RI sekaligus Ketua Yayasan As-Syafi’iyah, Dailami Firdaus menilai, perubahan status PAM Jaya harus berorientasi pada pelayanan publik, bukan semata keuntungan bisnis.
"Perubahan badan hukum jangan hanya dilihat dari sisi hukum dan administrasi, tapi juga dari tujuan sosialnya. Pelayanan air bersih harus lebih baik dan tarif tetap terjangkau," kata Dailami.
Dia juga menekankan pentingnya menjaga transparansi dan akuntabilitas PAM Jaya, serta memastikan pemerintah tetap menjadi pemegang kendali saham utama agar tidak mengarah pada privatisasi air.
"Air bukan sekadar komoditas ekonomi, melainkan hak dasar setiap warga negara. Karena itu, perubahan ini harus dikawal bersama," ucap Dailami.
Di sisi lain, Direktur Pusat Studi Betawi UIA Ervan Purwanto turut mengapresiasi komitmen PAM Jaya untuk mewujudkan layanan air bersih 100 persen di Jakarta pada tahun 2029.
Baca juga: Transformasi dan IPO PAM Jaya dinilai perkuat pengawasan publik
Baca juga: Ini kata Dirut PAM Jaya, tujuan perubahan badan hukum perseroan
"Tentu ini bukan tanpa tantangan, tapi saya melihat kesungguhan dari seluruh jajaran PAM Jaya untuk mencapainya," kata Ervan.
Diskusi publik itu juga menghadirkan narasumber dari kalangan akademisi Universitas Islam As-Syafi’iyah, antara lain Efridani Lubis, Agus Santhuso, dan Mahfuz Nur, yang turut membahas aspek hukum, ekonomi, dan sosial dari transformasi PAM Jaya menjadi Perseroda.
Pewarta: Siti Nurhaliza
Editor: Syaiful Hakim
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.