Malang (ANTARA) - Guru Besar bidang Ilmu Pendidikan Biologi Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Prof Elly Purwanti menyatakan bahwa kacang koro cukup potensial sebagai alternatif pengganti kedelai.
Dalam pidato ilmiah pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Pendidikan Biologi UMM, Prof Elly mengemukakan kacang koro merupakan salah satu pangan fungsional yang berbasis keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia.
"Kacang koro menjadi salah satu kekayaan hayati Indonesia yang memiliki potensi besar untuk mendukung keberlanjutan dan ketahanan pangan nasional. Lebih dari itu, kacang koro dapat digunakan sebagai alternatif pengganti kedelai," kata Prof Elly di kampus UMM di Malang, Jawa Timur, Sabtu.
Menurutnya, kacang koro tidak hanya menawarkan keunggulan agronomis dan nilai gizi tinggi, namun juga nilai bioaktif yang dapat digunakan untuk pengembangan berbagai produk pangan yang fungsional.
Produk pangan fungsional yang ada di Indonesia beraneka ragam, umumnya aneka kacang lokal menjadi sumber pangan penting masyarakat bagi kehidupan di masa depan.
Baca juga: Siswa SMA JIS teliti kacang koro sebagai solusi pangan untuk diabetes
Koro, seperti Cajanus cajan (koro gude) dan Canavalia ensiformis (koro pedang), memiliki potensi besar dalam mendukung ketahanan pangan nasional Indonesia. Kedua spesies ini sangat adaptif terhadap lingkungan tropis Indonesia, tumbuh subur di lahan marginal dan kurang subur, serta tahan terhadap kekeringan dan serangan penyakit.
"Kacang koro juga dikenal efisien dalam penggunaan air, lahan, dan energi, menjadikannya opsi yang lebih ramah lingkungan dibandingkan sumber protein hewani,” tambahnya.
Dengan kandungan protein yang tinggi, kacang koro dapat menjadi alternatif yang baik untuk tempe dan tahu, serta berpotensi mengurangi ketergantungan pada impor kedelai.
"Dengan pemanfaatan dan pengembangan yang tepat, kacang koro dapat menjadi solusi strategis untuk meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia, khususnya dalam menghadapi tantangan, seperti perubahan iklim dan pertumbuhan populasi," katanya.
Sementara itu, Prof Sugiarti yang juga dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Ilmu Bahasa dan Sastra Indonesia menyampaikan pidato ilmiah berjudul "Perspektif Multidisipliner Sastra sebagai Agregat Membangun Peradaban Masyarakat".
Baca juga: Kelompok pembudidaya harap kacang koro diikutsertakan dalam program 02
Dalam pidato ilmiahnya, Prof Sugiarti mengatakan sastra memiliki peran strategis sebagai agregat pengetahuan yang menghubungkan berbagai disiplin ilmu untuk memahami dan membentuk karakter bangsa.
Sastra lebih dari sekadar karya estetika, karena ia mampu merefleksikan dan mentransformasikan berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk sosial, politik, psikologis, dan historis.
"Sastra menjadi cermin dinamika masyarakat, yang juga mencakup nilai-nilai kesetaraan gender dan kemanusiaan. Selain itu, sastra berfungsi sebagai jembatan antara masa lalu dan masa depan, serta antara logika dan empati," ujarnya.
Ia menyatakan bahwa pembangunan peradaban bangsa tidak hanya bergantung pada angka dan data, tetapi juga harus memperhatikan kata dan makna yang terkandung dalam sastra.
Sastra yang dipadukan dengan ilmu pengetahuan dapat memperkuat fondasi budaya bangsa yang beradab, inklusif, dan visioner. Oleh karena itu, sastra harus menjadi bagian integral dalam pendidikan dan pengembangan masyarakat yang humanis dan berkarakter.
Dengan pendekatan multidisipliner yang mencakup sejarah, filsafat, dan politik, lanjutnya, sastra menjadi medium yang efektif untuk mengkritisi kehidupan sosial.
"Para pemikir seperti Edward Said dan Homi Bhabha menekankan bahwa sastra tidak hanya mencerminkan realitas, tetapi juga berperan dalam mengonstruksi dan menantangnya, menjadikannya kekuatan lunak dalam membentuk nilai-nilai kemanusiaan dan arah peradaban,” ucapnya.
Baca juga: BRIN ungkap potensi kacang lokal sebagai pengganti kedelai
Baca juga: Kementan gencar kenalkan kacang loro sebagai substitusi kedelai
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2025