ORI usul pembentukan dewan pengawas dalam revisi UU Ombudsman

1 hour ago 1

Jakarta (ANTARA) - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mengusulkan pembentukan dewan pengawas dalam revisi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia agar kinerja pengawasan ORI bisa dilakukan lebih optimal.

Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih mengatakan salah satu akar persoalan dalam pelayanan publik, yakni belum optimalnya fungsi pengawasan yang ada.

"Karena itu juga sudah kami sampaikan ke dalam usulan perubahan UU Ombudsman bahwa hendaknya ORI memiliki badan pengawas seperti KPK misalnya, Dewan Pengawas KPK," ujar Najih dalam acara Diskusi Grup Terarah bertajuk Mengawal Mutu Pengawasan Pelayanan Publik, di Jakarta, Selasa.

Dalam UU Ombudsman, ia menyebutkan ORI tidak memiliki lembaga pengawas, sehingga secara kelembagaan internal pihaknya memiliki pola pengawasan tersendiri melalui Sistem Pelaporan Pelanggaran alias Whistle Blowing System (WBS) oleh Inspektorat Jenderal serta WBS yang dikelola oleh Keasistenan Utama Manajemen Mutu.

Dia menjelaskan WBS yang dikelola oleh Keasistenan Utama Manajemen Mutu Ombudsman RI diarahkan pada ketidakpuasan atau penolakan yang diterima oleh pelapor.

Dengan demikian, kata Najih, ketika masyarakat mengadukan suatu keluhan malaadministrasi atau dugaan malaadministrasi kepada ORI dan ditolak, maka pelapor dapat mengadukan keberatan melalui pola WBS tersebut.

Sementara apabila terkait dugaan adanya penyimpangan etika atau pelanggaran etik oleh Ombudsman, sambung dia, maka laporan WBS itu akan diterima oleh Inspektorat Jenderal ORI.

"Nah, ini mekanisme yang kami bangun dalam konteks pengawasan, mengingat selama ini ada yang bertanya siapa yang mengawasi ORI. Jadi secara internal kami membangun sistem WBS yang ditangani oleh dua direktorat yang berbeda," tuturnya.

Maka dari itu, dirinya mengungkapkan melalui diskusi yang diselenggarakan, ingin mendiseminasikan berbagai pengalaman penjaminan mutu oleh Keasistenan Utama Manajemen Mutu Ombudsman RI, menghimpun wawasan dan pandangan strategis dari para pengampu kepentingan, serta membangun sinergi dengan seluruh pihak.

Pasalnya, Ombudsman menyadari tugas pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik tidak mungkin dikerjakan sendiri, sehingga perlu bersinergi, terintegrasi, serta berorientasi pada berbagai perbaikan yang konstruktif dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat.

Sebelumnya, ORI menekankan pentingnya penyesuaian regulasi melalui revisi UU tentang Ombudsman RI agar lebih relevan dengan perkembangan zaman.

Dalam pertemuan dengan perwakilan dari Universitas Indonesia di Jakarta, Rabu (12/3), anggota Ombudsman RI Hery Susanto mengatakan hal tersebut juga seiring masukan dari UI mengenai perlunya pembaruan terhadap UU Ombudsman.

"Kami menyadari bahwa ada beberapa pasal yang perlu diperbarui agar lebih relevan dengan tantangan pelayanan publik saat ini," kata Hery.

Pertengahan September lalu, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah menyetujui sebanyak 67 Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas untuk dibahas tahun 2026.

Puluhan RUU itu disetujui setelah Baleg DPR RI menggelar rapat penyusunan RUU Prioritas 2026 bersama Kementerian Hukum dan DPD RI. Sejumlah RUU prioritas untuk 2026 itu pun merupakan luncuran dari prioritas 2025 untuk mengantisipasi jika pembahasannya belum selesai.

Adapun RUU tentang Perubahan atas UJ Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia telah menjadi salah satu yang masuk di dalam Prolegnas Prioritas 2026, dengan Baleg DPR yang menjadi pengusul.

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |