Ombudsman RI paparkan potensi dan tantangan industri kelapa Gorontalo

6 days ago 8
Pemerintah perlu melakukan ekstensifikasi perkebunan kelapa di Gorontalo dan mendukung dan membuka akses permodalan bagi para petani dan pelaku usaha pengepul kelapa melalui Himpunan Bank Negara

Gorontalo (ANTARA) - Ombudsman Republik Indonesia (RI) membuat catatan mengenai industri kelapa di Provinsi Gorontalo yang terdiri dari nilai, kondisi, potensi, hambatan, hingga saran.

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika di Gorontalo, Jumat, mengatakan jika dilihat dari nilai, industri kelapa di Gorontalo sangat membantu pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja, baik bagi pegawai di pabrik pengolahan, maupun dalam memberdayakan petani kelapa sebagai pemasok bahan baku kelapa di Gorontalo.

"Industri kelapa di Gorontalo menyumbang pendapatan bagi negara melalui aktivitas ekspor ke negara-negara di Eropa dan Timur Tengah," ucap dia.

Produk hilirisasi kelapa di Gorontalo sangat beragam, kata dia, diantaranya tepung kelapa, santan kelapa, air kelapa, VCO, industri serbuk kelapa, dan lainnya. Industri Kelapa juga memiliki nilai investasi cukup besar, salah satu perusahaan pengolahan kelapa di Gorontalo saja telah memiliki nilai investasi sebesar Rp250 miliar.

Baca juga: Kemenperin dukung hilirisasi kelapa dengan jamin bahan baku

Untuk kondisi komoditas kelapa, kata dia, Provinsi Gorontalo memiliki luas lahan perkebunan kelapa total sebesar 21.000 hektare dengan jumlah 100 pohon per hektare.

Produktivitas pohon kelapa di Gorontalo cukup produktif, kata dia, satu pohon rata-rata dapat menghasilkan 50-60 butir kelapa, paling rendah 27 butir dan paling tinggi 108 butir per pohon, dengan musim panen empat kali dalam satu tahun.

Untuk harga beli kelapa lokal kepada petani senilai Rp3.400/butir dan tertinggi bisa mencapai Rp3.900/butir. Harga jual ke pabrik Rp4.100/kg kelapa yang sudah dikupas, dan Rp4.700/butir kelapa utuh. Sedangkan harga Kelapa hibrida lebih murah, hanya Rp1.500/butir.

"Biaya modal kelapa pada pengepul tercatat untuk ongkos panen Rp200/butir, ongkos pecah Rp125/butir, dan ongkos transportasi Rp100/butir," kata dia.

Potensi dan hambatan industri kelapa di Provinsi Gorontalo, menurut Ombudsman RI, yaitu keterbatasan bahan baku kelapa, rendahnya kualitas benih kelapa, terbatasnya akses permodalan bagi para petani dan pengepul kelapa.

Baca juga: PPKS dorong industri sawit berdaya saing dan berkelanjutan

Industri itu juga memiliki ketidaknyamanan dalam berusaha, kata dia, karena ada potensi penyimpangan dan/atau penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh oknum penyelenggara layanan dalam penanganan perselisihan hubungan industrial antara pegawai yang berstatus "borongan" melalui serikat pegawai dengan pihak perusahaan.

Untuk itu Ombudsman memberikan saran diantaranya pemerintah perlu memberikan dukungan dan bantuan bagi para petani kelapa, khususnya terhadap perbaikan industri benih kelapa yang memiliki varietas bagus.

"Pemerintah perlu melakukan ekstensifikasi perkebunan kelapa di Gorontalo dan mendukung dan membuka akses permodalan bagi para petani dan pelaku usaha pengepul kelapa melalui Himpunan Bank Negara (Himbara)," kata dia.

Saran terakhir yaitu pemerintah perlu melakukan evaluasi dan pencegahan mal-administrasi terhadap potensi penyimpangan yang dilakukan oleh oknum yang dapat berdampak terhadap keberlangsungan usaha yang nyaman, aman dan sehat pada industri kelapa.

Baca juga: Pajak ekspor kelapa mampu memitigasi kenaikan harga minyak goreng

Pewarta: Adiwinata Solihin
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |