Jakarta (ANTARA) - Anda boleh mencibir tim seperti Nottingham Forest karena menggunakan strategi "parkir bus" yang mungkin tidak enak dilihat oleh orang-orang yang menuntut semua tim tampil menyerang tanpa melihat sumber daya yang dimiliki sebuah tim.
Faktanya, pendekatan sepak bola modern belakangan ini sudah semakin pragmatis, yang diadopsi kebanyakan tim dan pelatih, dengan tujuan utama menang, atau minimal tidak kalah.
Bahkan pragmatisme itu sendiri merupakan salah satu indahnya sepak bola, karena di baliknya ada seni menakar kekuatan sendiri dan sekaligus menaksir kekuatan lawan. Sepak bola tak sekadar soal teknik dan fisik, tetapi juga otak.
Masih ingat Prancis yang menjuarai Piala Dunia 2018? Atau Yunani yang menjuarai Euro 2004? Mereka adalah juara-juara yang pragmatis memperlakukan sebuah kompetisi dengan tak memaksakan fantasi bermain indah yang mengagungkan penguasaan bola.
Mereka, seperti Nottingham Forest, menghadapi setiap pertandingan dengan strategi yang disesuaikan dengan siapa dan seperti apa lawan mereka.
Cara mereka bermain menghadapi tim yang menekankan penguasaan bola atau memiliki kelebihan dalam menekan lawan akan berbeda dengan cara mereka kala menghadapi tim yang memiliki kelas yang setara atau di bawahnya.
Tim-tim ini tak akan mudah tergoda dan terprovokasi oleh orang-orang yang menganggap mereka membosankan dan tidak atraktif karena terlalu bertahan.
Mereka mengutamakan hasil. Dan ya, apa sih yang lebih penting dari sebuah proses selain hasil, sepanjang tidak curang dan tidak sportif?
Buat apa menerapkan strategi bermain yang hanya merugikan diri sendiri, atau lebih buruk lagi, menjadi bunuh diri tim sendiri?
Pragmatisme semacam itu pula yang membuat Forest berhasil memupus citra Liverpool sebagai tim tak terkalahkan ketika mereka mengalahkan The Reds dengan 1-0 pada 14 September 2024 dalam pertandingan Liga Premier.
Mereka menjadi satu-satunya klub mengalahkan The Reds dalam kompetisi liga musim ini.
Ketika kedua tim bertemu lagi pada 15 Januari 2025, Liverpool gagal membalas karena dipaksa seri 1-1. Bersama Everton dan Fulham, Forest adalah tiga tim yang tak bisa dikalahkan Liverpool dalam pertandingan liga musim ini sejauh ini.
Pendekatan sepak bola efisien yang disuntikkan Nuno Espirito Santo kepada Nottingham Forest telah banyak memakan korban, dan itu bukan korban biasa-biasa.
Baca juga: Manchester City terpeleset 0-1 di kandang Nottingham Forest
Di jalan kompetisi Eropa
Terakhir, Forest menumbangkan juara bertahan Manchester City dengan 1-0 ketika The Citizen bertandang ke kandang mereka di The City Ground pada 8 Maret.
Forest memaksa Man City menelan kekalahan kesembilan dalam pertandingan liga musim ini dengan modal hanya 31 persen penguasaan bola.
Walau hampir selalu menjadi tim dengan penguasaan bola lebih kecil, jangan anggap enteng Forest dalam bagaimana mereka mengelola peluang.
Melawan tim asuhan Guardiola pada Sabtu itu, Ryan Yates cs membuat empat peluang emas yang salah satunya menjadi gol, melawan tiga peluang emas yang bisa dibuat Kevin de Bruyne cs.
Pun kala mengalahkan Liverpool dengan skor sama pada 14 September 2024.
Ketika itu, Forest hanya mengendalikan 30 persen lalu lintas bola dengan membuat 5 peluang yang 3 di antaranya tepat sasaran, melawan 14 peluang yang 5 di antaranya tepat sasaran yang dibuat Mohamed Salah cs.
Namun, dongeng paling fantastis dari Forest adalah kala mereka mencukur Brighton dengan 7-0 pada 1 Februari.
Saat itu, sekalipun hanya menguasai 37 persen distribusi bola, Forest membuat peluang yang jauh lebih banyak. Jika Brighton hanya membuat 10 peluang yang 5 di antaranya "on target", maka Forest membuat 14 peluang yang 9 di antaranya tepat sasaran.
Dengan rata-rata penguasaan bola 39,7 persen atau paling rendah di antara 20 tim Liga Premier musim ini, Forest malah bisa menyeruak ke posisi ketiga klasemen liga dengan 51 poin.
Mereka adalah satu dari empat tim Liga Inggris yang kebobolan paling sedikit selama musim ini setelah Arsenal, Liverpool, dan Bournemouth.
Dengan modal itu, Forest kini berada di jalan kompetisi Eropa, tiga tahun setelah untuk pertama kali promosi ke Liga Premier sejak musim 1998-1999.
Tetapi kompetisi Eropa bukan barang baru bagi Nottingham Forest.
Mereka justru adalah satu dari empat tim Liga Inggris yang lebih dari satu kali menjuarai Liga Champions, yang mereka lakukan pada 1979 dan 1980 ketika masih bernama Piala Eropa.
Catatan Forest masih di atas Manchester City dan Aston Villa yang baru sekali menyandang predikat juara Eropa, apalagi dibandingkan Arsenal atau Tottenham Hotspur yang belum pernah sekali pun menjuarai kompetisi Eropa.
Faktor Nuno Espirito Santo
Oleh karena itu, reuni Forest dalam kompetisi Eropa bukan hal mustahil untuk terjadi kembali.
Tentu saja di balik semua ini adalah pelatih Nuno Espirito Santo yang membuat impian itu semakin nyata bagi Forest.
Nuno adalah arsitek di balik kebangkitan Forest, yang pada dua musim mereka sejak kembali ke Liga Premier hanya bisa finis urutan ke-16 dan 17.
Dia otak dari hampir semua terobosan yang dibuat Forest musim ini.
Setidaknya ada lima aspek yang ditanamkan Santo dalam-dalam kepada Forest pada musim ini.
Pertama, penekanannya untuk tidak menomorsatukan penguasaan bola. Dia menyetir timnya untuk bermain cerdas dengan membaca lawan untuk balik menusuk mereka kala lengah dengan serangan balik mematikan.
Kedua gol Forest saat mengalahkan Liverpool pada 14 September 2024 dan Manchester City pada 8 Maret, yang keduanya disarangkan Callum Hudson-Odoi, tercipta dari pola pikir itu.
Empat aspek lain yang diimbuhkan Nuno kepada skuad Forest adalah mengantisipasi situasi bola mati, berusaha unggul lebih dulu dari lawan, menugaskan para pemain sayap sebagai striker kedua, dan terakhir, menciptakan kebersamaan dan team work yang kuat, yang mungkin menjadi energi terbesar mereka.
Dalam aspek yang terakhir itu Nuno sampai melibatkan semua pemain, entah inti atau lapis kedua, sehingga semua pemain merasa sama pentingnya dengan yang lain.
Satu aspek tak kalah penting yang disuntikkan Nuno kepada skuadnya adalah kepercayaan diri, bahkan pemain-pemainnya bisa mengalahkan siapa pun dan bisa tampil dalam level apa pun.
"Ini pola pikir hebat tentang menjadi tim yang sulit ditembus dan sulit dikalahkan," kata seorang pemainnya yang mantan pemain Manchester United, Anthony Elanga, seperti dikutip The Athletic akhir Desember tahun lalu.
Elanga dan rekan-rekannya akan berusaha menerapkan filosofi yang diajarkan pelatihnya itu dalam 10 pertandingan liga tersisa, ditambah kompetisi Piala FA di mana Forest menjadi salah satu perempatfinalisnya.
Kisah tentang klub asal daerah yang dunia lebih mengenalnya dari legenda Robin Hood itu, pastinya semakin menarik untuk diikuti. Semoga kisah itu ditutup dengan epilog yang indah.
Baca juga: Pep Guardiola terkesan dengan penampilan Forest musim ini
Baca juga: Singkirkan Ipswich Town, Nottingham Forest melaju ke perempat final
Copyright © ANTARA 2025