Jakarta (ANTARA) - Museum Bank Indonesia (MuBI) mengajak anak-anak untuk menelusuri evolusi uang rupiah melalui permainan interaktif dalam pameran “Bentengan” yang diselenggarakan mulai 15 Juli hingga 14 September 2025.
Melalui pameran ini, MuBI menghadirkan kembali berbagai permainan dari masa lalu hingga masa kini, sekaligus mengenalkan alat pembayaran yang digunakan pada setiap era.
“Tujuan pameran adalah mengajak anak-anak untuk bermain. Bermain itu penting bagi anak-anak, sehingga mereka mengetahui bagaimana bekerja sama dengan kawan-kawan. Selain itu, tentunya mengenalkan bagaimana sistem pembayaran,” kata Kepala Grup Departemen Komunikasi BI Junanto Herdiawan saat pembukaan pameran di MuBI, Jakarta, Senin.
Junanto mencatat, anak-anak menyumbang lebih dari 51 persen pengunjung MuBI, mulai dari berbagai jenjang sekolah. Antusiasme ini menunjukkan minat generasi muda terhadap sejarah ekonomi bangsa.
Adapun ruang pameran “Bentengan” terbagi menjadi beberapa zona waktu, dimulai dari zona digital (tahun 2000 hingga sekarang) yang merepresentasikan realitas anak-anak masa kini yang mulai kehilangan ruang untuk bermain fisik dan lebih terbiasa dengan dunia digital.
Teknologi membuat aktivitas bermain bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja, yang secara bersamaan juga mengubah cara mereka dalam menggunakan uang untuk bertransaksi. Sistem pembayaran tak lagi dalam bentuk uang fisik, tetapi hadir dalam bentuk digital seperti QRIS, e-wallet (dompet digital), dan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK).
Baca juga: MUBI angkat kisah perjuangan perempuan Indonesia di pameran "Herstory"
Meski serba digital, uang fisik tetap menjadi opsi yang juga ditampilkan dalam ruang pameran mencakup uang rupiah kertas Rp1.000 (Tanpa Seri 2000), Rp5.000 (2001), Rp10.000 (2010), Rp2.000 (2016), Rp20.000 dan Rp100.000 (2022), serta Rp50.000 (2016).

Selanjutnya, zona analog (1970 hingga 1990-an) yang menggambarkan masa ketika anak-anak masih banyak bermain di luar rumah dan mulai mengenal uang tunai sebagai alat tukar untuk membeli mainan atau jajanan. Periode ini juga ditandai dengan kehadiran produk Tabanas (Tabungan Pembangunan Nasional).
Koleksi uang yang ditampilkan dalam zona ini meliputi Rp1 (Seri Soedirman 1968), Rp1 (Koin, 1970), Rp100 (Tanpa Seri, 1977), Rp5 (Koin, 1971), Rp100 (Tanpa Seri, 1984), Rp100 dan Rp500 (Tanpa Seri, 1992), Rp1.000 Koin (1991), Rp5.000 (Tanpa Seri, 1992), dan Rp10.000 (Tanpa Seri, 1998).
Narasi zona ini turut diperkuat dengan elemen budaya populer seperti lagu “Abang Tukang Bakso” yang mencerminkan pengalaman ekonomi masa kecil serta kampanye “Aku Cinta Rupiah”.
Kemudian zona tradisional (1945-1969) menghadirkan era ketika anak-anak bermain di ruang terbuka dengan membuat mainan sendiri dari bahan alam sekitar. Permainan sarat nilai moral dan dilakukan secara kolektif.
Baca juga: Museum Bank Indonesia kembali dibuka dengan berbagai layanan baru
Koleksi numismatik yang ditampilkan berasal dari masa awal kemerdekaan yakni 1 Sen dan 5 Sen (ORI, 1946), 5 Sen dan 10 Sen (Koin, 1951, 1954, 1957), 1 Sen dan 50 Sen (Koin, 1963), serta 5 Sen dan 10 Sen (Seri Dwikora, 1965).
Selain koleksi uang, zona ini turut menampilkan koleksi prangko bertema anak-anak yang digunakan dalam berkomunikasi pada era tersebut.
Terakhir yaitu zona koda yang menjadi penutup pameran, merefleksikan bagaimana dunia anak-anak turut menjadi perhatian Bank Indonesia.
Koleksi pada zona ini menampilkan uang bertema anak dan edisi khusus, antara lain: Rp5 (Koin, Seri Keluarga Berencana 1974), Rp10 (Koin, Seri Tabanas 1975, 1980), Rp10.000 (Tanpa Seri, 1992), Rp200.000 dan Rp10.000 (Seri Save The Children, 1990), Rp20.000 (Tanpa Seri, 1998), Rp150.000 dan Rp10.000 (Seri Save The Children, 1999), serta Rp75.000 (UPK Seri 75 Tahun Kemerdekaan Indonesia, 2020).
Zona terakhir ini juga mengajak pengunjung merefleksikan pentingnya kehadiran anak-anak dalam lingkungan sosial, serta perlunya membatasi paparan digital untuk menjaga ruang tumbuh yang sehat.
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.