Mewujudkan ekonomi berkeadilan tanpa tambang

3 hours ago 5
Satu-satunya lapangan usaha yang memberikan kontribusi negatif pada triwulan III adalah pertambangan. Sektor lain semuanya tumbuh positif

Mataram (ANTARA) - Laju pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang kuat, tanpa memasukkan aktivitas pertambangan biji logam dan penggalian, memberikan gambaran utuh upaya masyarakat agar sejahtera.

Pada triwulan III 2025, pertumbuhan ekonomi tanpa tambang melesat sebanyak 7,86 persen secara tahunan dan 4,36 persen secara kuartalan. Angka itu jauh lebih besar ketimbang pertumbuhan ekonomi dengan menghitung tambang yang tercatat hanya tumbuh 2,82 persen secara tahunan dan 3,91 persen secara kuartalan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju pertumbuhan ekonomi tanpa tambang terus meningkat dari triwulan I hanya sebesar 5,62 persen, kemudian naik menjadi 6,08 persen pada triwulan II, dan terus melesat ke angka 7,86 persen pada triwulan III 2025.

Sedangkan, pertumbuhan ekonomi yang menghitung tambang justru terkontraksi minus 1,43 persen pada triwulan I, kemudian minus 0,82 persen pada triwulan II, dan sedikit menguat ke angka 2,82 persen pada triwulan III 2025.

Kepala Biro Ekonomi Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Najamuddin Amy mengatakan pertumbuhan ekonomi tanpa tambang yang tinggi menumbuhkan kepercayaan diri daerah karena 16 lapangan usaha tumbuh positif.

Dari laporan statistik itu terlihat bahwa Nusa Tenggara Barat sebetulnya bisa hidup tanpa ketergantungan terhadap eksploitasi sumber daya alam yang merusak lingkungan dan hanya menguntungkan segelintir pihak. Lapangan usaha non tambang adalah sumber kekuatan ekonomi daerah.

Data Survei Angkatan Kerja Nasional pada Agustus 2025 menyebut ada tiga lapangan usaha yang menyerap tenaga kerja paling banyak di NTB, yakni pertanian, kehutanan, dan perikanan sebanyak 1 juta orang atau setara 35,37 persen; lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi, perawatan mobil serta sepeda motor sebanyak 591 ribu orang atau setara 19,05 persen; dan industri pengolahan sebanyak 318 ribu orang atau sekitar 10,25 persen.

Adapun lapangan usaha pertambangan dan penggalian hanya menyerap 41 ribu orang atau hanya 1,33 persen dari total penduduk bekerja yang mencapai 2,89 juta orang di Nusa Tenggara Barat.

Kepala BPS NTB Wahyudin mengatakan kontraksi pertumbuhan ekonomi yang terjadi sepanjang paruh pertama 2025 tidak berpengaruh terhadap kemiskinan dan daya beli masyarakat karena kontraksi hanya terjadi pada pada sektor pertambangan yang menyerap sedikit tenaga kerja.

"Satu-satunya lapangan usaha yang memberikan kontribusi negatif pada triwulan III adalah pertambangan. Sektor lain semuanya tumbuh positif," ucap Wahyudin dalam paparan resmi berita statistik pada 5 November 2025.

Pemerintah Nusa Tenggara Barat harus mulai berpikir tentang strategi membangun pertumbuhan ekonomi yang adil dan berkelanjutan tanpa bergantung terhadap tambang. Hasil penjualan produk tambang mayoritas masuk ke kas perusahaan, sementara daerah hanya menerima sedikit uang dari bagi hasil maupun dividen.

Ekonomi berkeadilan tanpa tambang bukan berarti menolak pembangunan, tapi mengubah arah pembangunan demi kesejahteraan bersama dan kemandirian daerah.

Baca juga: Pulau Lombok jadi aglomerasi pertumbuhan rantai pasok sirkular

Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |