Menyelamatkan aset di Gili Trawangan

4 hours ago 4
Sengketa lahan di Gili Trawangan bukan sekadar kasus hukum, tetapi cermin besar dari tantangan pembangunan di daerah pariwisata. Ia menunjukkan bagaimana aset publik bisa terabaikan ketika tata kelola lemah dan pengawasan tidak berjalan.

Mataram (ANTARA) - Pagi dingin menyelusup di antara deretan warung kayu di Gili Trawangan, sebuah pulau kecil di lepas pantai Lombok bagian utara yang selama ini menjadi magnet wisatawan dari dalam dan luar negeri.

Di antara aroma kopi dan suara sandal jepit turis yang melangkah di pasir, terdapat kisah panjang yang tidak seindah pemandangan lautnya. Di balik keriuhan wisata dan gemerlap resor, tersimpan persoalan besar, yakni lahan seluas 65 hektare yang statusnya telah lama diperdebatkan.

Lahan yang dahulu dikelola oleh PT Gili Trawangan Indah (GTI) kini menjadi titik panas sengketa antara Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan sejumlah pihak swasta.

Kawasan yang semestinya menjadi aset strategis daerah itu justru menyimpan luka panjang akibat lemahnya pengawasan dan ketidaktegasan pengelolaan di masa lalu.

Kini, Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan persoalan tersebut melalui pembentukan satuan tugas khusus yang menangani penyelesaian sengketa lahan di kawasan wisata andalan itu.

Pentingnya penyelesaian sengketa ini melampaui persoalan administratif. Ia menyentuh kepercayaan publik terhadap tata kelola aset daerah, perlindungan lingkungan, serta keberlanjutan destinasi wisata yang menjadi penggerak utama ekonomi NTB.

Bila tidak dihadapi dengan sungguh-sungguh, kasus ini bisa menjadi beban jangka panjang yang menahan laju pembangunan kawasan dan menciptakan preseden buruk bagi tata kelola aset publik lainnya di daerah.

Baca juga: Kejati NTB pasang plang pengamanan dua tempat usaha di Gili Trawangan

Akar masalah

Kisah ini bermula dari kerja sama pengelolaan antara Pemprov NTB dan PT GTI yang berakhir pada tahun 1997. Setelah itu, lahan yang seharusnya kembali ke pengelolaan pemerintah justru terlantar tanpa kejelasan.

Dalam kurun waktu itu, sejumlah pihak mulai menempati lahan tersebut. Sebagian membangun tempat usaha, sebagian lagi menjadikannya tempat tinggal tanpa izin resmi. Situasi ini berlangsung begitu lama hingga akhirnya menciptakan tumpang tindih kepemilikan dan memunculkan kerugian negara.

Kejati NTB kemudian melakukan penyelidikan mendalam dan menetapkan tiga tersangka. Satu orang berasal dari unsur aparatur sipil negara, sementara dua lainnya dari kalangan swasta.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |