Mataram (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa organisasi profesi seperti organisasi kedokteran idealnya hanya ada satu di Indonesia.
Hal ini disampaikan Yusril Ihza Mahendra menyikapi adanya dualisme organisasi profesi kedokteran yang ada di Indonesia, antara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI), saat menghadiri dan membuka Muktamar XXXII Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu.
Yusril mengatakan bahwa IDI adalah organisasi profesi yang berbeda dari organisasi lain seperti organisasi kemasyarakatan (ormas), perkumpulan, yayasan atau pun partai politik.
"IDI ini organisasi profesi yang berbeda dari ormas, perkumpulan, yayasan apalagi dengan parpol, sudah pasti berbeda," kata Yusril.
Menurutnya, persoalan organisasi profesi seperti di kedokteran atau pun organisasi profesi lainnya sampai dengan hari ini belum mempunyai undang-undang (UU) tentang Organisasi Profesi. Oleh karena itu ke depan, kata Yusril, alangkah baiknya bagaimana memikirkan sebaiknya organisasi profesi tersebut memiliki UU.
Sebab, kata dia, organisasi profesi akan menjalankan sebagian daripada fungsi-fungsi negara, walaupun organisasi profesi bukan organ negara tetapi organisasi profesi menjalankan sebagian fungsi negara. Demikian pula dengan masalah kesehatan.
"Ini menjadi tugas pemerintah untuk merancang UU organisasi profesi," ujarnya.
Yusril mengakui pada dasarnya masalah kesehatan ini tanggungjawab negara tapi negara tidak bisa langsung melaksanakannya, karena itu negara memerlukan orang yang memiliki keahlian dan profesi di bidang itu (kesehatan, red). Artinya tugas tersebut tidak bisa diserahkan kepada orang yang tidak memiliki latar belakang itu (kesehatan red).
"Oleh karena itu fungsi-fungsi kedokteran ini melalui organisasi seperti IDI sama dengan fungsi pertahanan negara kita. Kenapa, karena kalau rakyatnya tidak sehat, rakyatnya pada sakit semua, berpengaruh pada ketahanan kepada bangsa dan negara kita," tegasnya.
Karena itu pemerintah lanjutnya, betul-betul berkeinginan menjalin suatu kemitraan yang baik dengan IDI. Bahkan, sejauh mungkin tidak ada perbedaan pandangan antara pemerintah dengan IDI. Kalaupun ada, tentu diselesaikan dengan cara-cara musyawarah demi kepentingan bersama. Untuk itu, pemerintah tentu dengan cara-cara persuasif akan berupaya menjembatani perbedaan-perbedaan itu.
"Kalau kita bicara secara idealnya, dokter itu berhimpun dalam sebuah organisasi profesi bukan berhimpun dalam ormas. Kalau ormas siapapun bisa bikin ormas. Tapi kalau organisasi profesi hanya orang yang mempunyai profesi di situ," terang Yusril.
"Karena organisasi profesi itu, seperti advokat tidak mungkin bisa mengangkat advokat. Kalau IDI tidak mengangkat dokter tapi izin dokter atau rekomendasi izin untuk praktek dan kemudian melakukan pengawasan, pendidikan dan menerapkan sanksi tugas IDI. Karena organisasi profesi yang mempunyai hal itu. Dan itu tidak ada pada ormas," sambungnya.
Oleh karena itu, dalam posisi dualisme organisasi profesi antara IDI dan PSDI ini, Yusril menegaskan bahwa pemerintah akan berusaha menjembatani supaya akhirnya betul-betulnya mempunyai organisasi profesi kedokteran yang kuat dan menjadi mitra negara dalam menyelesaikan persoalan kesehatan yang dihadapi bersama.
"Jadi kita tidak bicara soal pengakuan dan tidak pengakuan. Pemerintah sebetulnya menjembatani perbedaan sampai saatnya kita memiliki organisasi kedokteran yang harapannya hanya satu organisasi profesi. Kalau ormas orang bisa buat banyak tapi kalau profesi satu. Yang jelas pemerintah berusaha menjembatani hal itu dan menyelesaikan dengan cara musyawarah. Toh ini juga untuk demi kebaikan kita semua," katanya.