Jakarta (ANTARA) - Mengapa profesi politik seperti anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bisa memperoleh gaji Rp230 juta sebulan atau Rp2,7 miliar setahun, sedangkan sejumlah profesi sektor publik lainnya bahkan tidak sampai sepersepuluhnya?
Apakah profesi di bidang politik lebih unggul jika dibandingkan dengan profesi sektor publik lainnya?
Kewenangan DPR untuk menentukan tunjangan bagi diri mereka sendiri menempatkan mereka dalam pusaran konflik kepentingan yang rawan penyalahgunaan. Sementara itu, publik menilai kinerja DPR tidak sebanding dengan tunjangan yang mereka terima; publik merasakan ketidakadilan sosial.
Profesionalisasi legislatif berkembang sejak 1971 di Inggris, seperti dalam laporan Top Salaries Review Body (TSRB: 1971), ketika anggota parlemen kesulitan untuk menghadiri rapat-rapat dan persidangan karena double job untuk memenuhi penghidupan mereka.
Pada awalnya anggota parlemen Inggris hanya menerima tunjangan 2 poundsterling per hari. Untuk meningkatkan kinerja ditetapkan kebijakan gaji yang ditanggung negara untuk memastikan setiap anggota parlemen dapat bekerja penuh waktu.
Meskipun telah ada pemisahan gaji dan pengeluaran untuk "bisnis parlemen", kenyataannya wakil daerah pemilihan yang jauh dari ibukota membutuhkan anggaran yang lebih tinggi sehingga uang yang tersisa di saku mereka semakin kecil. Lalu munculah kebijakan untuk memisahkan antara gaji dan pengeluaran "bisnis parlemen" dalam bentuk tunjangan kendaraan, kesekretariatan dan dana Daerah Pemilihan (Dapil) yang sifatnya dinamis.
Profesionalisme legislator terjadi jika semua pekerjaan telah terstandarkan dengan baik. Tidak hanya terkait undang-undang yang dihasilkan, tetapi proses untuk menghasilkannya juga bagian dari standarisasi profesi seperti penyerapan aspirasi, transparansi dokumen, pertanggungjawaban terhadap aspirasi yang telah diserap sebagai pertimbangan kebijakan, serta laporan pertanggungjawaban yang terstruktur dan menyeluruh.
Pergerakan anggota parlemen untuk memperjuangkan aspirasi konstituen membutuhkan kehadiran penuh di persidangan sehingga negara harus menjamin penghidupan mereka. Dalam pelaksanaan konstituensi, anggota parlemen memperoleh dukungan komunikasi yang baik, pengelolaan data, penataan aspirasi dan kemampuan argumentasi di persidangan. Untuk membangun profesionalisme setiap anggota parlemen didukung dengan sekelompok staf, kantor di Dapil dan serangkaian pekerjaan rumit untuk menjadi kebijakan.
Atas pekerjaan-pekerjaan tersebut anggota parlemen menerima remunerasi yang dihitung berdasarkan standar profesional bidang kerja, mulai dari tingkat kehadiran, keaktifan di ruang sidang, transparansi dokumen, penyerapan aspirasi, akuntabilitas dalam mempertimbangkan aspirasi dan laporan-laporannya.
Baca juga: Wakil Ketua Komisi XI DPR nilai tunjangan rumah Rp50 juta masih wajar
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.