Jakarta (ANTARA) - Siapa yang tak tahu dengan Nusakambangan? Pulau terpencil di wilayah Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, ini memiliki label "mencekam" lantaran terkenal sebagai penjara dan tempat eksekusi mati para narapidana (napi). Stereotip Nusakambangan itu melekat di benak masyarakat karena adanya sistem penjara sebagai hukuman bagi para napi di Tanah Air.
Namun seiring berjalannya waktu dan beralihnya sistem penjara menjadi sistem pemasyarakatan, label "mencekam" untuk Pulau Nusakambangan kini tampaknya mulai pudar, bahkan tidak relevan lagi. Perubahan sistem penjara menjadi sistem pemasyarakatan di Indonesia menandai pergeseran paradigma dalam penanganan narapidana.
Sistem pemasyarakatan, yang mulai diterapkan sejak tahun 1964, bertujuan untuk membina napi agar dapat kembali berintegrasi dengan masyarakat setelah menjalani masa pidana, bukan hanya sekadar menghukum.
Penjara di Nusakambangan pun tak luput dari peralihan sistem itu, sehingga napi tak lagi hanya menjalankan hukuman penjara dengan dikurung di dalam sel, tetapi dibina dan diberdayakan guna dipersiapkan untuk kembali ke masyarakat.
Per 3 Juli 2025, terdapat 3.088 narapidana yang tersebar pada 11 lembaga pemasyarakatan (lapas) Nusakambangan, yang terbagi ke dalam empat kategori pengamanan, yakni pengamanan super maksimum, pengamanan maksimum, pengamanan medium, dan pengamanan minimum.
Masing-masing lapas dengan kategori yang berbeda memiliki jenis pembinaan yang berbeda pula. Untuk kategori pengamanan super maksimum, pembinaan difokuskan pada penguatan kerohanian, disiplin, hingga deradikalisasi bagi para napi terorisme.
Pada pulau khusus pemasyarakatan dengan luas 12 ribu hektare tersebut, terdapat tiga lapas yang memiliki pengamanan super maksimum, yakni Lapas Batu, Lapas Karang Anyar, dan Lapas Pasir Putih.
Lapas kategori tersebut diperuntukkan bagi napi berisiko tinggi dengan masa hukuman di atas 20 tahun penjara hingga napi yang tidak mematuhi aturan di lapas sebelumnya, seperti mengedarkan narkoba di dalam tahanan hingga mencoba kabur.
Lapas dengan pengamanan super maksimum menerapkan kebijakan one man one cell atau penempatan tiap warga binaan di satu sel khusus dengan penjagaan super ketat dan dipantau CCTV selama 24 jam di dalam sel.
Dengan pengamanan super ketat, pembinaan dalam lapas pengamanan super maksimum memang dikhususkan untuk pribadi masing-masing. Maka dari itu, belum banyak pembinaan yang melibatkan interaksi dengan napi lainnya.
Namun, apabila napi dari lapas pengamanan super maksimum sudah berkelakuan baik dan mengikuti pembinaan dengan baik, napi tersebut akan dipindahkan ke lapas dengan pengamanan satu tingkat lebih rendah, yakni lapas pengamanan maksimum.

Setidaknya terdapat empat lapas berkategori pengamanan maksimum di Nusakambangan, yaitu Lapas Besi, Lapas Ngaseman, Lapas Gladagan, dan Lapas Narkotika.
Dalam lapas itu, masih terdapat pula pembinaan kepribadian dan kerohanian yang akan dijalankan para napi, tetapi sudah mulai dijalankan kegiatan pemberdayaan napi seperti bercocok tanam namun terbatas dan dengan pengawasan ketat.
Salah satu napi yang baru dipindahkan dari Lapas Besi bernama Harun, mengaku saat berada di dalam lapas tersebut, ia melakukan kegiatan bercocok tanam berbagai macam tanaman sayuran, seperti kangkung dan cabai.
Setelah mengikuti berbagai kegiatan pemberdayaan tersebut dengan baik selama hampir separuh masa hukumannya, yaitu 8 tahun dan 6 bulan, Harun pun kini dipindahkan ke Lapas Kembang Kuning yang memiliki pengamanan medium.
Selain Kembang Kuning, terdapat pula Lapas Permisan yang memiliki pengamanan medium di Nusakambangan. Di dalam lapas dengan pengamanan tersebut, kegiatan pemberdayaan bagi napi semakin masif dan lebih beragam.
Harun, yang mendapatkan pidana 19 tahun dan 6 bulan penjara karena kasus tindak pidana pencurian dengan pemberatan (dilakukan pada malam hari, tempat tertutup, atau dengan kekerasan/Pasal 363 KUHP) itu, mengatakan setelah pindah ke Lapas Kembang Kuning, dirinya mengikuti berbagai kegiatan pelatihan yang semakin menambah keterampilannya, salah satunya beternak domba.

Peternakan domba terletak di samping Lapas Kembang Kuning, sehingga lebih terintegrasi dengan para pekerja di Nusakambangan, meski tetap dalam pengamanan tingkat sedang.
Di sana, Harun membersihkan kandang hingga kotoran para domba setiap harinya. Saat ini, dia masih dalam masa pelatihan selama 1 bulan dan apabila sudah dianggap berkompeten, Harun akan diberi upah setiap bekerja membersihkan peternakan domba.
Ia pun memiliki keinginan setelah bebas masa hukuman, akan mengimplementasikan keterampilan yang didapat dari peternakan Lapas Kembang Kuning di daerah asalnya. "Iya, kalau di tempat saya di Madura beternak ini cocok," ujar Harun.
Selain peternakan domba, terdapat pula peternakan ayam di kawasan lapas dengan pengamanan medium lainnya, yakni Lapas Permisan. Di dalamnya, beberapa napi asimilasi (telah menjalankan setengah masa pidana) terlihat sedang beternak ayam, baik pejantan maupun petelor.
Selanjutnya, jika seorang napi sudah berkelakuan baik dan telah menjalani masa akhir hukuman, biasanya napi tersebut nantinya dipindahkan ke lapas dengan pengamanan minimum. Napi yang sedang terlibat program rehabilitasi atau dengan kasus non kekerasan juga ditempatkan di lapas itu.
Di Nusakambangan, terdapat dua lapas dengan pengamanan minimum, yakni Lapas Terbuka dan Lapas Nirbaya. Pada kedua lapas tersebut, napi diperbolehkan berinteraksi lebih bebas dengan sesama narapidana dan petugas, serta memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan program pembinaan.
Salah satu program pembinaan yang sedang berjalan di Lapas Terbuka berupa pelintingan rokok. Di lapas tersebut, napi dilatih para petugas pemasyarakatan untuk melinting rokok, yang kemudian akan dijual para pekerja di Nusakambangan ke berbagai pasar di Kota Cilacap.

Tak hanya melinting rokok, para napi dari Lapas Terbuka juga dibina berbagai kegiatan lainnya seperti mengolah pupuk organik, mengolah sampah, hingga memanen padi.
Ambar, salah satu warga binaan Lapas Terbuka, mengaku senang dengan adanya pembinaan pengolahan pupuk organik yang telah ia jalani selama satu bulan belakangan.
Pupuk organik tersebut diolah dari kotoran hewan yang berada di peternakan wilayah Nusakambangan, yang dicampur abu dari kayu setelah diberikan asam sulfat, asam nitrat, dan asam fosfat.
Kemudian, kotoran itu dijemur hingga kering dan dicetak dengan ditambahkan bakteri dari parutan nanas. Lalu, pupuk organik dipasarkan setelah disemprot dan dikemas.
Dari pengolahan tersebut, Ambar mengaku bisa mendapatkan 15 karung hingga 20 karung pupuk organik setiap harinya. Setelah dipasarkan oleh para petugas di Nusakambangan ke pasar di Cilacap, dia pun mendapat upah dari penjualan.
Dari pengalaman tersebut, dirinya pun berencana menerapkan keterampilannya untuk berjualan pupuk kompos saat bebas pada Agustus 2025. Adapun Ambar dijatuhi pidana selama 1 tahun dan 6 bulan penjara karena berkelahi.
"Ini bisa buat pengalaman kami di rumah untuk usaha sendiri," ucap Ambar.
Selain program pembinaan dan pemberdayaan dalam masing-masing lapas, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) kini sedang membangun Balai Latihan Kerja (BLK) Nusakambangan, yang rencananya diresmikan pada awal Agustus 2025.
Nantinya dalam BLK tersebut akan terdapat berbagai pelatihan bagi para napi yang memenuhi persyaratan, baik napi dari lapas di Nusakambangan maupun lapas lainnya di Jawa Tengah.

Ketahanan pangan
Selain memberdayakan napi, berbagai program bagi narapidana yang ada di Pulau Nusakambangan juga bertujuan untuk mendorong ketahanan pangan di wilayah tersebut.
Dari beternak ayam misalnya, telor maupun daging yang dihasilkan di peternakan akan diolah untuk dikonsumsi para narapidana maupun petugas di Nusakambangan.
Begitu pula dengan penanaman sayuran, yang nanti pada akhirnya bisa dikonsumsi para napi di sana. Selain itu, para napi juga dilatih untuk memanen padi hingga merawat kebun anggur.
Tak hanya beternak dan bercocok tanam, para napi juga dilatih untuk membudidayakan ikan bandeng, udang, hingga kepiting melalui tambak.
Tambak yang ada di Nusakambangan saat ini memang belum terlalu besar, namun sedang dibangun tambak yang lebih besar lagi di sekitar lapas baru yang sedang dibangun dan belum beroperasi, yakni Lapas Kumbang.
Selain itu, sedang dibuka pula beberapa lokasi lahan ketahanan pangan lainnya di pulau tersebut, antara lain di dekat Lapas Narkotika dan Lapas Kembang Kuning.
Secara keseluruhan, sudah terdapat 200 hektare lahan di Nusakambangan yang dipergunakan untuk mendorong ketahanan pangan dari total dua ribu hektare lahan yang akan dioptimalkan.
Dengan berbagai kegiatan pemberdayaan hingga ketahanan pangan bagi narapidana tersebut, stereotipe "mencekam" hingga "angker" bagi Pulau Nusakambangan pun perlahan memudar.
Kini, pulau itu memiliki citra sebagai tempat pembinaan produktif bagi napi. Dengan sistem pemasyarakatan dan pemberdayaan narapidana yang terstruktur, ke depannya Nusakambangan diharapkan bisa menjadi pusat rehabilitasi dan pelatihan yang mengarah pada reintegrasi sosial.
Langkah tersebut juga seiring dengan akan berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional pada 2 Januari 2026, yang akan lebih banyak menerapkan pidana sosial dibanding pidana penjara terhadap narapidana.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.