Jakarta (ANTARA) - Sebagai negara yang memiliki risiko bencana yang tinggi, kewaspadaan wajib dimiliki oleh seluruh pemangku kepentingan di Indonesia termasuk potensi bencana di kawasan industri.
Hal yang harus menjadi perhatian utama adalah efek domino berupa bencana non-alam seperti kegagalan teknologi berupa kebakaran, sebaran zat kimia yang berbahaya, ledakan akibat bahan kimia, atau tumpahan minyak.
Demikian pula dengan gangguan rantai pasok dan bisnis, kerusakan aset dan infrastruktur, kerugian ekonomi serta risiko keselamatan karyawan dan masyarakat sekitar.
Mayoritas proyek strategis nasional di Indonesia berada di wilayah rawan bencana, termasuk wilayah pesisir dan sesar aktif, sehingga memerlukan strategi mitigasi dan adaptasi yang tepat, seperti pengintegrasian risiko ke dalam tata ruang, pengembangan sistem peringatan dini, dan pembangunan infrastruktur tahan bencana.
Seluruh pihak juga harus dapat mematuhi aturan terkait seperti Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang yang menekankan pentingnya tata ruang berkelanjutan berbasis risiko bencana.
Di sisi lain, standar infrastruktur yang kuat terhadap bencana harus dapat diterapkan dan dievaluasi secara berkesinambungan oleh Pemerintah.
Model kesiapsiagaan bencana dapat dilihat pada 2 kawasan industri strategis di Kota Cilegon, Provinsi Banten dan Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Kedua kawasan industri tersebut berperan strategis secara nasional dengan berbagai obyek vital negara yang ada.
Kota Cilegon merupakan kawasan strategis yang terletak di ujung barat Pulau Jawa dan menjadi penghubung Jawa-Sumatera. Lalu lintas manusia dan perdagangan Jawa-Sumatera sangat tergantung dari Pelabuhan Merak di Kota Cilegon dan Bakaheuni di Kabupaten Lampung Selatan.
Kota Cilegon terdiri dari kawasan industri (industri baja/Krakatau Steel, industri kimia, dan Pertamina), infrastruktur kritis (PLN, PLTU, pelabuhan penyeberangan, dan pelabuhan barang), dan kawasan wisata (Pulau Merak Kecil, Bukit Cipala).
Kawasan Cilegon memiliki potensi bahaya gempa bumi dan tsunami yang berasal dari beberapa sumber antara lain sesar aktif Selat Sunda, zona Graben Selat Sunda, dan erupsi Gunung Anak Krakatau.
Gempa megathrust
Laporan Mitigasi Bahaya Kegempaan dan Tsunami Kawasan Industri Cilegon dari BMKG tahun 2022 menyebutkan potensi sumber gempa megathrust dengan magnitude 8,7.
Apabila skenario terburuk terjadi, kawasan Cilegon akan terdampak dengan tingkat intensitas guncangan VI-VII (sedang-kuat) dan berakibat kerusakan yang sangat serius.
Berdasarkan analisis dan pemodelan tsunami tersebut, potensi genangan tertinggi diperkirakan mencapai ketinggian hingga 8,28 meter di sekitar Pelabuhan Merak.
Sementara itu, kawasan industri strategis di Kabupaten Gresik meliputi dua kawasan utama yaitu Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) dan PT Kawasan Industri Gresik (KIG). JIIPE adalah kawasan ekonomi khusus (KEK) terintegrasi yang dilengkapi pelabuhan dan jalur logistik, berfokus pada industri manufaktur dan pengolahan.
KIG adalah kawasan industri yang menyediakan lahan dan fasilitas bagi berbagai jenis usaha manufaktur, dengan lokasi yang strategis terletak di jantung kota Gresik.
Risiko bencana utama di Gresik meliputi banjir, erosi, abrasi, kebakaran, dan gempa bumi yang disebabkan oleh karakteristik topografi di wilayah tersebut.
Bencana di kawasan tersebut memiliki dampak yang sangat besar, tidak hanya kerusakan fisik, namun juga kelancaran produksi, kerusakan lingkungan, korban jiwa serta kerugian ekonomi yang signifikan.
Salah satu potensi bencana yang harus diwaspadai di Gresik adalah adanya lintasan sesar purba yang dikenal dengan nama Sesar RMKS (Rembang-Madura-Kangean-Sakala).
Sesar tersebut merujuk pada sistem sesar aktif mendatar, membentang dari Rembang hingga Pulau Sakala.
Jenis sesar ini adalah sesar aktif mendatar yang aktif secara geologis dan morfologis di wilayah dataran pantai utara Jawa dan mengancam wilayah di sekitarnya dengan potensi gempa bumi kuat serta menyebabkan pergerakan tanah kuat, deformasi, dan kerusakan.
Mitigasi bencana
Kewaspadaan tingkat tinggi wajib dimiliki oleh seluruh pihak khususnya Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Diperlukan langkah-langkah mitigasi bencana yang terintegrasi untuk dapat mengantisipasi bencana di kawasan strategis tersebut.
Pertama, perlunya updating pemetaan potensi bahaya ikutan berupa potensi kegagalan teknologi di kawasan. Kerja sama lintas Kementerian/Lembaga (K/L) seperti jumlah penduduk, jumlah industri dan fasilitas kritis serta perubahan tutupan lahan.
Kedua, Pemerintah Daerah perlu cepat tanggap dalam membangun kapasitas (capacity) seluruh pemangku kepentingan. Koordinasi dan komunikasi dengan Pemerintah Pusat harus secara intensif dilakukan.
Ketiga, Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah perlu menyusun dokumen perencanaan penanggulangan bencana terkait yang melibatkan multi pihak termasuk industri barang, jasa, sekolah, rumah sakit, pemadam kebakaran, pariwisata dan lainnya.
Dokumen seperti Rencana Penanggulangan Bencana (RPB), Rencana Kontinjensi Gempabumi dan Tsunami, Rencana Kontinjensi Kegagalan Teknologi hingga Area Business Continuity Plan (BCP) Kawasan Industri di kedua wilayah tersebut perlu segera disusun atau diperbarui.
Keempat, Pemerintah perlu membangun/memperkuat sistem mitigasi gempa bumi dan tsunami melalui berbagai upaya seperti penyiapan sarana evakuasi (sirine, jalur, rambu, tempat evakuasi), command center, serta edukasi dan latihan rutin untuk seluruh masyarakat di kawasan industri strategis tersebut.
Kelima, Menyiapkan sarana akses langsung peringatan dini bencana serta penyebarluasan informasi kewaspadaan bencana secara cepat kepada seluruh pihak termasuk masyarakat (Notohamijoyo: 2022).
Pemerintah Jepang (Cabinet Office) sebagai negara kepulauan yang memiliki risiko bencana yang tinggi, menerbitkan White Paper Disaster in Japan tahun 2024 yang dapat menjadi rujukan bagus bagi Indonesia.
Di dalam dokumen tersebut disebutkan keterlibatan multipihak yang membentuk ekosistem yang disebut Disaster Risk Management Economic Consortium Scheme dan mencakup keterlibatan industri asuransi untuk menopangnya.
Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2020 tentang Rencana Induk Penanggulangan Bencana Tahun 2020-2044, Indonesia memiliki jalan sendiri yang dapat diperkuat dengan pembelajaran dari negara lain seperti Jepang.
Keseluruhan proses pengurangan risiko bencana harus menjadi komitmen bersama lintas pihak termasuk K/L dan pemangku kepentingan. Pemerintah perlu waspada terhadap risiko bencana di kawasan industri strategis.
Tanpa upaya mitigasi yang berkesinambungan, dampak serius bencana tidak hanya dirasakan oleh masyarakat di sekitar kawasan namun juga perekonomian nasional.
*) Penulis adalah Asisten Deputi Pengurangan Risiko Bencana Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.