Mengenal "functional freeze", kondisi beku seseorang yang alami stres

2 hours ago 2

Jakarta (ANTARA) - Walaupun saat ini sudah banyak masyarakat yang mulai sadar terhadap isu kesehatan mental, masih ada beberapa istilah psikologis yang jarang diketahui banyak orang. Salah satunya adalah functional freeze atau dalam bahasa Indonesia dapat disebut “kebekuan fungsional”.

Functional freeze merupakan respon psikologis yang memang kurang dikenal, namun nyatanya memiliki dampak terhadap stres atau trauma berat.

Dapat dikatakan functional freeze adalah suatu respon untuk bertahan hidup, dimana seseorang menjadi mati rasa, baik secara fisik ataupun emosional akibat stres yang berlebihan, kelelahan kronis, maupun trauma yang tidak terselesaikan.

Seseorang yang sedang mengalami functitonal freeze akan merasa tidak bisa bergerak, serta tidak memiliki dorongan untuk sekedar terlibat kembali dalam aktivitas yang membuatnya bahagia, apalagi dorongan untuk mewujudkan impiannya.

Secara langsung, orang yang dalam kondisi ini mungkin tampak seperti orang biasa pada umumnya, seperti menjalankan tanggung jawab, menjalin hubungan, atau tugas sehari-hari. Namun secara batin, mereka ada dalam kondisi yang tertekan, terputus dari segala emosi, dan sensasi berat terhadap badannya sendiri.

Baca juga: 5 manfaat kopi untuk mental: Dari fokus hingga mendukung daya ingat

Perlu diketahui, sistem saraf otonom yang ada dalam tubuh manusia terdiri dari tiga cabang utama, yakni:

1.Sistem Saraf Simpatik (SNS), berfungsi untuk mengaktifkan respon melawan atau lari.

2.Sistem Saraf Parasimpatik (PNS), berfungsi untuk mendukung istirahat dan pemulihan.

3.Kompleks Vagal Dorsal (DVC), yang berfungsi memicu respon membeku saat mendapatkan tekanan yang berlebih.

Ketika mendapatkan tekanan atau stres yang berlebihan, DVC akan aktif dan memasuki mode freeze atau membeku. Hal ini disebabkan karena sistem saraf tersebut menganggap seseorang yang berada dalam stres berlebih sudah tidak mampu lari ataupun melawan diri.

Pada umumnya, respon membeku ini adalah respon sementara untuk bertahan hidup dan memberikan perlindungan ketika berada di bawah tekanan.

Kondisi ini membantu menghemat energi dan mengurangi rasa sakit. Namun, jika individu tersebut selalu terlibat dalam aktivitas yang memancing stres, seperti bekerja terlalu keras atau terlalu memaksakan diri, maka kondisi ini pada akhirnya akan berubah menjadi masalah kronis dan mengganggu kehidupan sehari-hari, hubungan sosial, bahkan pertumbuhan diri.

Manusia adalah makhluk yang mempunyai kemampuan luar biasa dalam beradaptasi, terlebih jika bersangkutan dengan keberlangsungan hidupnya. Maka dari itu, banyak orang yang tidak menyadari bahwa dirinya sedang berada dalam kondisi functional freeze dan tetap menjalani kehidupannya dengan normal.

Baca juga: Lestari: Upaya tingkatkan kesehatan fisik dan mental harus seimbang

Lantas, bagaimana cara agar kita sadar dengan kondisi psikologis yang satu ini?

Cara yang bisa dilakukan yaitu dengan waspada terhadap gejala-gejala dari functional freeze. Di antara gejalanya adalah sebagai berikut:

1. Cemas yang berkelanjutan tanpa tahu penyebab pastinya, sehingga membuat tubuh terus waspada dan tidak bisa rileks.

2. Mati rasa secara emosional dan terpisah dari lingkungan sekitar.

3. Penarikkan diri secara sosial dan sulit membangun hubungan dengan orang lain.

4. Merasa terjebak dalam hidup dan sulit untuk mengambil keputusan atau mengambil tindakan.

5. Selalu merasa lelah, padahal sudah merasa cukup untuk istirahat.

6. Kesulitan untuk mengurus diri sendiri dan tidak mempunyai motivasi.

Bagi mayoritas orang, functional freeze bisa menjadi “pengaturan default” dalam merespon stres. Oleh karena itu, banyak orang juga yang sulit mengenali dan mengatasi masalah apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya.

Penting untuk disadari bahwa functional freeze bukan suatu kelumpuhan fungsional, melainkan respon adaptif terhadap pengalaman pribadi di masa lalu.

Maka dari itu, mulai kenali diri sendiri, rawat diri dengan kesabaran, dan bertahap agar bisa terlepas dari masalah psikologis yang satu ini.

Baca juga: Pembiayaan layanan kesehatan jiwa 2020-2024 BPJS Kesehatan Rp6,77 T

Baca juga: Jangan remehkan, ini dampak kurang tidur bagi kesehatan tubuh & mental

Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |