Mendorong efisiensi melalui inovasi digital

2 weeks ago 11

Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati, resmi memberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 5 Agustus 2025.

Regulasi ini hadir sebagai respons terhadap kebutuhan mendesak untuk menjaga keberlanjutan fiskal negara, sekaligus memastikan bahwa belanja negara diarahkan secara lebih strategis dan tepat sasaran.

PMK ini bukan sekadar instrumen penghematan, tetapi juga mencerminkan arah baru dalam pengelolaan keuangan negara yang lebih adaptif terhadap tantangan zaman, termasuk digitalisasi dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (ICT).

Berdasar peraturan tersebut, setiap kementerian/lembaga (K/L) wajib melakukan efisiensi terhadap berbagai jenis belanja, seperti perjalanan dinas, jasa konsultan, kegiatan seremonial, hingga belanja modal infrastruktur.

Efisiensi ini dilakukan melalui revisi anggaran dan penyesuaian daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA), dengan pengawasan ketat dari Kementerian Keuangan.

Efisiensi tidak hanya berlaku pada belanja yang bersumber dari rupiah murni, tetapi juga dari pendapatan negara bukan pajak (PNBP), pinjaman dan hibah, serta surat berharga syariah negara (SBSN). Hasil efisiensi diarahkan untuk mendanai program prioritas Presiden, seperti pembangunan infrastruktur strategis, pendidikan, kesehatan, dan digitalisasi layanan publik.

Pilar efisiensi

Dalam konteks efisiensi, digitalisasi dan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) memainkan peran sentral. PMK 56/2025 secara eksplisit menyebutkan bahwa salah satu item belanja yang harus ditekan adalah lisensi aplikasi dan jasa konsultan digital.

Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah mulai meninjau ulang efektivitas belanja digital, terutama yang tidak memberikan dampak langsung terhadap pelayanan publik atau kinerja instansi.

Namun, ini bukan berarti digitalisasi dikesampingkan. Justru, efisiensi ini mendorong K/L untuk mengoptimalkan aset digital yang sudah dimiliki, memanfaatkan open-source software, dan mengintegrasikan sistem informasi lintas instansi untuk menghindari duplikasi belanja aplikasi dan sistem.

Dalam semangat efisiensi dan transparansi yang diusung oleh Peraturan Menkeu tersebut, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi menjadi semakin krusial dalam pengawasan dan pelaporan anggaran negara.

Regulasi ini membuka ruang yang luas bagi kementerian dan lembaga untuk mengintegrasikan sistem digital dalam setiap tahapan pelaksanaan anggaran. Dengan tekanan untuk mengefisienkan belanja, sekaligus menjaga akuntabilitas, pemerintah mendorong penggunaan sistem monitoring digital yang mampu merekam dan melaporkan pelaksanaan anggaran secara real-time dan akurat.

Salah satu bentuk konkret dari pemanfaatan ICT adalah integrasi sistem akuntansi dan pelaporan keuangan berbasis cloud, yang memungkinkan data keuangan dikelola secara lebih efisien dan dapat diakses lintas unit kerja, tanpa hambatan geografis.

Selain itu, dashboard digital yang menampilkan data kinerja anggaran secara langsung menjadi alat penting dalam mengevaluasi efektivitas belanja dan mendeteksi potensi penyimpangan sejak dini. Tidak kalah penting, pengembangan sistem e-budgeting dan e-revisi DIPA juga menjadi bagian dari transformasi digital yang mempercepat proses revisi anggaran dan memastikan seluruh perubahan terdokumentasi dengan baik.

Langkah-langkah ini mencerminkan arah baru dalam tata kelola keuangan negara yang tidak hanya mengedepankan efisiensi, tetapi juga menjunjung tinggi prinsip transparansi dan akuntabilitas. Dengan dukungan ICT, proses pengelolaan anggaran menjadi lebih tertib, ekonomis, dan efektif, sekaligus memperkuat kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |