Jakarta (ANTARA) - Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto menekankan pentingnya kolaborasi nasional untuk memperkuat kemandirian teknologi logam tanah jarang.
Melalui keterangan di Jakarta, Senin, Mendiktisaintek menekankan hal ini merupakan langkah penting menuju kemandirian teknologi nasional. Keberhasilan ekonomi suatu bangsa tidak ditentukan oleh kekayaan alam semata, tetapi oleh kemampuan menguasai dan mengolah teknologi berbasis riset.
"Kita harus punya strategi, rare earth (logam tanah jarang) kuncinya adalah dari kemampuan kita menguasai teknologi, dan membangun industri," katanya.
Brian yang juga ketua Badan Industri Mineral (BIM) itu juga menekankan pentingnya belajar dari negara lain seperti Jepang, Korea dan China yang berhasil tinggal landas karena riset dan teknologi pengolahan mineral strategis.
Baca juga: TNI AL dan BRIN sepakat berkolaborasi riset teknologi rudal
"Penguasaan teknologi nasional menjadi satu-satunya cara agar Indonesia tidak kembali mengulang sejarah ketika sumber daya alam diekspor murah namun diimpor kembali dalam bentuk barang jadi bernilai tinggi," ujar Brian.
Senada dengan Brian, Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Tatacipta Dirgantara menekankan kolaborasi lintas disiplin dalam pengembangan riset logam tanah jarang dan mineral strategis nasional diperlukan oleh negara.
Ia menggarisbawahi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi harus menjadi dasar pengelolaan sumber daya alam Indonesia.
"Melalui sinergi antar fakultas, pusat riset, dan dunia industri, ITB siap memperkuat kontribusi akademik dari hulu hingga hilir," ucapnya.
Baca juga: Transfer teknologi China dorong kemandirian perkeretaapian Pakistan
Diketahui, di Indonesia terdapat 15 jalur metalogeni, yang merupakan hasil mineralisasi logam dari proses magmatik, dengan total panjang 15.000 km dan baru setengahnya yang tereksplorasi.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung sebelumnya menyebut Indonesia memiliki potensi bidang logam dan mineral yang belum dimanfaatkan seluruhnya.
"Kita memiliki potensi mineral kritis dan logam tanah jarang yang cukup besar. Selama ini belum termanfaatkan secara maksimal, padahal kebutuhan industri dalam negeri dan pengembangan teknologi hilirisasi sangat besar," kata Yuliot.
Oleh sebab itu, Kementerian ESDM menggandeng Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta, dan Universitas Padjadjaran (Unpad) untuk bekerja sama dalam kegiatan eksplorasi mineral dan batubara (minerba) di Indonesia.
Baca juga: BRIN: Indonesia perlu perkuat kemandirian pangan berbasis teknologi
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































