Jakarta (ANTARA) - Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon merespons soal polemik film animasi berjudul "Merah Putih: One for All" dan mengajak anak-anak bangsa, khususnya para pembuat film untuk membuat karya-karya terbaik yang mendukung kemajuan perfilman bangsa.
Meskipun mengaku belum menonton film tersebut, Fadli mengajak anak-anak bangsa untuk mengapresiasi setiap karya anak-anak bangsa yang mampu merepresentasikan Indonesia sebagai negara yang penuh dengan persatuan dan kesatuan.
"Memang saya belum menonton bagaimana film tersebut, tetapi kita harus melihat niatnya untuk memajukan film Indonesia, tentu karena film Indonesia ini sekarang semakin mendapatkan apresiasi dari masyarakat kita, jadi kita harus membuat film-film yang baik, yang sekarang ini film Indonesia sudah 67 persen, lho, ditonton oleh rakyat Indonesia," katanya saat ditemui usai menghadiri Sidang Tahunan MPR RI 2025 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat.
Namun demikian, Fadli belum bisa memberikan komentar dan penilaiannya terhadap film tersebut, dan saat ini, pemerintah juga belum membicarakan mengenai bantuan atau dana khusus untuk memfasilitasi film animasi itu.
Baca juga: Fakta-fakta film 'Merah Putih: One for All' yang menuai kritik tajam
"Jadi, karya-karya terbaiklah yang harus ditampilkan, tetapi sekarang saya belum bisa menilai karena belum menonton. Untuk pendanaan, saya kira nanti (dibahas), saya kira kita punya mekanismenya di dalam skema bantuan itu," tuturnya.
Film animasi berjudul "Merah Putih: One for All", yang rencananya mulai tayang pada Kamis (14/8) tengah menjadi sorotan publik. Antusiasme awal yang diharapkan muncul justru berubah menjadi perbincangan hangat di berbagai media sosial, dengan banyak pengguna internet menyoroti sejumlah aspek dari cuplikan film tersebut.
Alih-alih mendapat apresiasi, trailer film ini justru mengundang kritik tajam dari netizen dan beberapa pakar film Indonesia. Kritik tersebut terutama mengarah pada kualitas visual yang dinilai belum maksimal, mulai dari detail karakter, latar animasi, hingga efek gerak yang dianggap kurang halus untuk standar produksi layar lebar.
Film bercerita tentang sekelompok anak dengan latar budaya Betawi, Papua, Medan, Tegal, Makassar, Manado, dan Tionghoa dalam Tim Merah Putih yang bertugas menjaga bendera pusaka men jelang 17 Agustus. Namun, bendera itu tiba-tiba hilang tiga hari sebelum upacara, dan mereka berpetualang melewati sungai, hutan, dan badai untuk menemukannya sambil meredam ego masing-masing.
Baca juga: LSF: "Merah Putih One For All" tidak ada pelanggaran sensor
Meskipun film ini dimaksudkan sebagai kado HUT Ke-80 RI, eksekusi yang dinilai terburu-buru serta penggunaan anggaran besar membuatnya sulit diterima oleh sebagian publik dan penggiat perfilman. Kritik datang tidak hanya dari warganet, tetapi juga dari kalangan profesional, yang menyoroti kualitas visual, alur cerita, dan transparansi proses produksi.
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.