Bondowoso (ANTARA) - Suatu siang, seorang siswa tingkat sekolah menengah atas (SMA) menangis di sekolah. Setelah diajak bicara oleh seorang guru, terungkap bahwa si anak mengalami tekanan jiwa karena semua yang dijalaninya, saat ini, tidak sesuai dengan pilihan hati atau kesukaannya.
Ia memilih jurusan favorit di sekolahnya yang biasanya menjadi pilihan anak-anak pintar di bidang ilmu pengetahuan alam dan matematika karena pilihan orang tuanya.
Si siswa bercerita bahwa tekanan itu bertambah berat ketika orang tuanya memaksa dia untuk melanjutkan kuliah di bidang teknik atau kedokteran, padahal si anak ingin kuliah di jurusan psikologi.
Apa yang dialami siswa SMA ini menggambarkan kurangnya, bahkan putusnya komunikasi nyaman, terbuka, dan setara antara anak dengan orang tua.
Secara umum, masyarakat kita masih menggunakan paradigma relasi kuasa dalam membangun komunikasi dengan anak. Orang tua masih memandang anak sebagai objek, bahkan sekadar benda yang harus dibentuk, sesuai dengan harapan mereka.
Dengan sistem relasi kuasa, orang tua memandang anak sebagai sosok yang tidak tahu apa-apa mengenai kehidupan. Orang tua menganggap mereka lebih tahu tentang hidup, karena sudah ditempa sekian puluh tahun oleh pengalaman hidup. Tentu, pengalaman hidup itu dalam konteks yang tidak selalu nyaman.
Dengan alasan klasik agar anak-anaknya tidak mengalami "penderitaan" hidup seperti dirinya, maka si orang tua telah membuat rancangan jalan hidup anaknya sedemikian rupa.
Orang tua dengan paradigma lama ini, bahkan merancang peta hidup anaknya dengan sangat detail, seperti pendidikan yang harus dijalani anak, pekerjaan, termasuk kriteria pasangan hidupnya.
Mereka lupa bahwa anak-anaknya itu memiliki jalan hidup sendiri yang orang tua tidak mesti tahu sepenuhnya mengenai potensi dan kesukaan si anak.
Baca juga: Dampak positif memiliki keluarga yang harmonis bagi anak dan orang tua
Baca juga: Guru dan orang tua diminta sampaikan CKG dengan bahasa ramah anak
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.