Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengatakan, mekanisme reliance yang diterapkan oleh pihaknya dapat mempercepat akses publik ke obat-obatan, termasuk obat-obatan inovatif, yang tetap memprioritaskan keamanan, efikasi, dan mutu produk yang memenuhi standar internasional.
“Salah satu langkah besar menerapkan sistem reliance yang merujuk pada hasil evaluasi dari negara-negara dengan sistem pengawasan terpercaya. Mekanisme ini telah terbukti menyederhanakan proses evaluasi pra-pasar, mengurangi birokrasi, serta mempercepat waktu dan mengefisiensikan sumber daya,” kata Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Taruna pun mencontohkan beberapa produk obat dan vaksin yang telah memperoleh izin edar BPOM melalui skema reliance dari metode asesmen bersama dengan dukungan dari WHO, EMA, dan ASEAN, seperti Vaksin Dengvaxia, Perjeta untuk kanker payudara, serta obat malaria dan autoimun.
Taruna pun menyoroti pentingnya percepatan akses terhadap obat-obatan guna mendukung peningkatan kualitas kesehatan masyarakat, khususnya di Asia dan Indonesia. Metode ini, katanya, diharapkan dapat memfasilitasi pengambilan keputusan regulatori dengan lebih cepat, namun tetap mengedepankan aspek keamanan, efikasi, dan mutu produk yang memenuhi standar internasional.
Skema reliance memungkinkan pihaknya memangkas waktu evaluasi registrasi obat dari 120 hari kerja menjadi hanya 90 hari kerja. Dia menilai bahwa inisiatif ini sekaligus dapat memperkuat kapasitas regulatori nasional melalui kolaborasi, optimalisasi sumber daya, dan harmonisasi standar internasional.
Dengan terobosan itu, katanya, Indonesia mampu mempercepat akses terhadap obat-obatan, termasuk obat-obat inovatif yang baru dikembangkan dan dibutuhkan sebagai alternatif terapi bagi masyarakat Indonesia, seperti obat terapi lanjutan (advanced therapy medicinal products/ATMP).
“Kami berupaya terus percepat akses terhadap obat-obatan inovatif dan memperkuat kapasitas nasional untuk mengatasi tantangan kesehatan masyarakat,” dia menambahkan.
Adapun pengalaman Indonesia tersebut dibagikan oleh Taruna dalam kegiatan The 7th Asian Network Meeting (ANM) di Tokyo, Jepang. Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka tindak lanjut kerja sama antara BPOM dan Pharmaceutical and Medical Devices Agency (PMDA) Jepang yang telah terbangun sejak 2021.
Pertemuan turut dihadiri oleh otoritas regulatori berbagai negara Asia, seperti Cina, India, Singapura, Korea, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Jepang sebagai tuan rumah.
“Kami berharap pertemuan ini menjadi momentum untuk memperkuat kolaborasi regional dan bilateral bersama regulator lain, termasuk WHO, dalam rangka memastikan percepatan akses terhadap produk obat yang aman, efektif, dan bermutu,” ujarnya.
Baca juga: BPJPH menerapkan sanksi tegas terhadap produk olahan mengandung babi
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025