Bondowoso (ANTARA) - Aktivitas umat Islam di berbagai daerah di Indonesia, dalam beberapa hari ini, sedang ramai memeriahkan hari lahir Nabi Muhammad yang lebih dikenal dengan sebutan Maulid Nabi.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad memang merupakan salah satu contoh amalan khilafiyah atau perbedaan pendapat.
Ada yang berpendapat mengadakan peringatan maulid sebagai ibadah karena merupakan ekspresi cinta kepada Rasulullah dan ada pula yang tidak melaksanakan, bahkan mengecap peringatan Maulid Nabi sebagai bid'ah, dengan pedoman bahwa nabi tidak pernah melaksanakan ibadah seperti itu.
Terlepas dari perbedaan pandangan mengenai boleh tidaknya melaksanakan peringatan Maulid Nabi, momentum ini bisa kita jadikan sarana refleksi bersama mengenai keberislaman atau ketaatan kita untuk mengikuti ajaran yang utuh dari Nabi Muhammad dengan agama Islamnya.
Maulid Nabi mengajak kita untuk menyelami Islam secara humanis, sesuai dengan penegasan dari Allah dalam Quran Surat Al-Anbiya ayat 107. Dalam ayat itu, Allah dengan tegas menyatakan bahwa "Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam".
Allah mengutus Nabi Muhammad dengan membawa ajaran Islam untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam, bukan hanya untuk umat Islam atau umat di wilayah tertentu, katakanlah di Makkah dan Madinah.
Inilah dasar utama mengapa Islam harus tampil dalam kehidupan ini dengan penuh kasih dan sayang. Bukan sebaliknya, Islam (umat) justru menghadirkan ketakutan bagi umat lain.
Karena itu, munculnya orang Islam dengan paham radikal, termasuk yang terjerumus dalam gerakan terorisme, sebetulnya bertentangan dengan ajaran dasar dari Islam yang dicita-citakan oleh sang nabi agung, Muhammad Saw.
Nabi Muhammad telah banyak mencontohkan bagaimana Islam betul-betul hadir sebagai rahmat bagi umat yang lain. Cendekiawan Muslim terkemuka Prof Dr Quraish Shihab bercerita bagaimana Nabi Muhammad melindungi umat Nasrani atau Kristen dari Najran.
Bukan hanya menyepakati untuk hidup saling rukun antara umat Islam dan kaum Nasrani Najran, melainkan lebih dari itu. Dalam perjanjian Najran, Nabi Muhammad menyetujui, jika umat Islam membantu pembangunan tempat ibadah umat Nasrani, maka bantuan itu tidak boleh dianggap sebagai utang, melainkan sebagai sumbangan.
Lalu, mengapa masih ada sebagian umat Islam yang masih "usil" terhadap keberadaan tempat ibadah umat lain? Memang banyak tafsir dari para ulama terhadap ajaran Islam, termasuk mereka yang memilih jalur keras terhadap umat agama di luar Islam, bahkan juga terhadap sesama penganut Islam yang tidak sepaham, kemudian dianggap sebagai kafir.
Sementara itu, Nabi Muhammad telah banyak memberikan teladan mulia dalam menghadapi umat agama lain dengan penuh santun dan kasih sayang.
Kisah yang telah banyak diceritakan bagaimana Nabi Muhammad tidak marah ketika mendapati cacian dari orang Yahudi selama berhari-hari, bahkan di kasus lain, muka Nabi Muhammad selalu diludahi, ketika lewat di suatu wilayah.
Baca juga: Jasamarga optimalkan layanan Jalan Layang MBZ di periode libur Maulid
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.