Mantan komisioner uji UU Pemilu, minta DKPP jadi lembaga mandiri

2 hours ago 5

Jakarta (ANTARA) - Mantan komisioner Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengajukan uji materi sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan meminta agar lembaga tersebut dijadikan lembaga mandiri seperti penyelenggara pemilu lainnya, KPU dan Bawaslu.

Empat orang mantan komisioner DKPP, yakni Muhammad, Nur Hidayat Sardini, Ferry Fathurokhman, dan Firdaus, memohon supaya DKPP dipisahkan dari Kementerian Dalam Negeri dan nomenklaturnya diubah dari sekretariat menjadi sekretariat jenderal agar dapat bersikap independen dan terbebas dari intervensi pihak mana pun.

"DKPP sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu harus disertakan dengan lembaga penyelenggara pemilu lainnya," ucap kuasa hukum para pemohon Perkara Nomor 34/PUU-XXIII/2025, Sandy Yudha Pratama Hulu, dalam sidang pendahuluan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat.

Menurut para pemohon, saat ini terdapat ketidaksetaraan antara DKPP dan dua lembaga penyelenggara pemilu lainnya, khususnya dalam status administratif dan otonomi anggaran yang dinilai menyebabkan ketidakseimbangan tatanan struktur kelembagaan dan kewenangan dari DKPP dengan KPU dan Bawaslu.

"Ketimpangan tersebut dilihat melalui komparasi nyata dalam hal independensi kelembagaan, secara khusus dalam pengelolaan kesekretariatan. KPU dan Bawaslu memiliki sekretariat jenderal sendiri, tetapi DKPP masih berbentuk sekretariat yang menginduk di Kemendagri," ujar Sandy.

Baca juga: Komisi II DPR: Revisi UU Pemilu perlu pisahkan DKPP dari Kemendagri

Para pemohon menguji konstitusionalitas Pasal 162 dan Pasal 163 ayat (1), (2), (3), dan (4) UU Pemilu karena dinilai menimbulkan ketidakmandirian dan ketergantungan DKPP terhadap pemerintah, khususnya terkait prosedur pengangkatan sekretaris DKPP melalui Kemendagri, pengelolaan anggaran, dan status administratif di bawah Kemendagri.

Menurut para pemohon, keberadaan pasal-pasal yang diuji tersebut bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1), Pasal 22E ayat (5), Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.

Apabila nomenklatur DKPP diperkuat menjadi sekretariat jenderal, jabatan pada lembaga pemeriksa dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu ini akan setara dengan pejabat eselon I yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden.

Keempat orang mantan komisioner itu meyakini bahwa penguatan tersebut diperlukan untuk menjamin DKPP, sebagai salah satu badan penyelenggara pemilu, dapat melaksanakan tugas, kewenangan, dan kewajibannya secara profesional, independen, dan akuntabel.

Baca juga: Komisi II DPR sebut penguatan DKPP perlu diatur di revisi UU Pemilu

Atas dasar itu, para pemohon meminta Pasal 162 UU Pemilu diubah dari "untuk mendukung kelancaran tugas dan wewenang DKPP, dibentuk sekretariat DKPP" menjadi "untuk mendukung kelancaran tugas dan wewenang DKPP, dibentuk sekretariat jenderal DKPP".

Kemudian, Pasal 163 ayat (1) UU Pemilu dimohonkan untuk diubah dari "sekretariat DKPP dipimpin oleh seorang sekretaris" menjadi "sekretariat jenderal DKPP dipimpin oleh seorang sekretaris jenderal".

Terhadap Pasal 163 ayat (2) UU Pemilu, mereka meminta untuk diubah dari "sekretaris DKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan aparatur sipil negara dengan jabatan pimpinan tinggi pratama" menjadi "sekretaris jenderal DKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan ASN dengan jabatan pimpinan tinggi madya".

Mereka juga meminta agar Mahkamah mengubah Pasal 163 ayat (3) dari sebelumnya "sekretaris DKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri" menjadi "sekretaris jenderal DKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul DKPP".

Terakhir, keempat mantan komisioner DKPP itu meminta supaya Pasal 163 ayat (4) diubah normanya dari "sekretaris DKPP bertanggung jawab kepada Ketua DKPP" menjadi "sekretaris jenderal DKPP bertanggung jawab kepada Ketua DKPP".

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |