Mantan Ketua PN Jaksel divonis 12,5 tahun penjara di kasus suap CPO

5 days ago 4

Jakarta (ANTARA) - Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan periode 2024-2025 Muhammad Arif Nuryanta divonis pidana penjara selama 12 tahun dan 6 bulan terkait kasus dugaan suap terhadap putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada tahun 2023-2025.

Hakim Ketua Effendi menyatakan Arif telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap yang dilakukan secara bersama-sama, dengan besaran suap yang diterima Arif senilai Rp14,73 miliar.

"Perbuatan ini sesuai Pasal 6 ayat (2) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," kata Hakim Ketua dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu.

Selain pidana penjara, Arif dijatuhkan pidana denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Majelis Hakim juga menghukum Arif dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp14,73 miliar.

Adapun hukuman tersebut diikuti dengan ketentuan apabila terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti tersebut paling lama 1 bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta benda terdakwa dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti tersebut.

"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 5 tahun," ungkap Hakim Ketua.

Sebelum menjatuhkan hukuman, Majelis Hakim mempertimbangkan perbuatan Arif yang tidak mendukung komitmen negara untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta telah mencoreng nama baik lembaga yudikatif sebagai benteng terakhir pencari keadilan di Republik Indonesia, sebagai hal memberatkan.

Selain itu, keadaan memberatkan lainnya yang menjadi pertimbangan berupa Arif merupakan pimpinan Pengadilan Negeri Kelas IA khusus yang seharusnya menjadi teladan bagi para hakim dan aparatur pengadilan, tetapi malah berbuat sebaliknya serta merupakan aparat penegak hukum yang melakukan tindak pidana dalam jabatannya sebagai hakim tindak pidana korupsi saat mengadili perkara tindak pidana korupsi, yang seharusnya memberikan keadilan, tetapi malah melakukan tindak pidana korupsi.

Kemudian, tindak pidana korupsi yang dilakukan Arif bukan karena kebutuhan (corruption by need), melainkan karena keserakahan (corruption by greed), turut menjadi pertimbangan memberatkan putusan.

"Sementara hal meringankan yang dipertimbangkan Majelis Hakim, yakni terdakwa telah mengembalikan sebagian uang yang dikorupsi dan memiliki tanggungan keluarga," tutur Hakim Ketua.

Adapun vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim tersebut sedikit lebih ringan dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, Arif dituntut pidana penjara selama 15 tahun, denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti Rp15,7 miliar subsider 6 tahun penjara.

Dalam perkara tersebut, Arif didakwa menerima suap saat menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.

Suap diduga diterima dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Syafei selaku advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi pada kasus CPO, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Uang diterima bersama-sama dengan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan, beserta tiga hakim nonaktif yang menyidangkan kasus tersebut, yakni Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarief Baharudin.

Baca juga: Tiga hakim "vonis lepas" korupsi CPO divonis 11 tahun penjara

Baca juga: Eks Ketua PN Jaksel hingga tiga hakim hadapi sidang vonis kasus CPO

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |