KTNA Jawa Timur: Regenerasi petani kritis, sedikit anak petani bertani

1 hour ago 1

Jakarta (ANTARA) - Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Timur Sumrambah mengungkapkan krisis regenerasi petani menjadi tantangan serius sektor pertanian karena sangat sedikit anak muda yang bercita-cita melanjutkan profesi orang tuanya bertani di sawah.

“Hasil keliling saya ke kelompok tani (sekitar Jawa Timur), tidak sampai 10 anak yang bercita-cita menjadi petani. Bahkan anak aktivis tani pun jarang diarahkan ke pertanian,” kata Sumrambah dalam Seminar Nasional Hari Tani 2025 yang digelar DPP PDI Perjuangan di Jakarta, Rabu.

Ia menjelaskan sebagian besar petani dihadapkan pada keterbatasan struktural. Data BPS menunjukkan 65 persen petani memiliki lahan di bawah 0,5 hektare, sementara 75 persen petani hanya berpendidikan setingkat sekolah dasar.

"Selain lahan dan pendidikan, modal dan akses pasar juga menjadi hambatan besar bagi para petani. Dengan kondisi ini, petani semakin sulit yakin bahwa pertanian bisa menjamin masa depan,” ujarnya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Sumrambah mendorong model koperatif fund yang menggabungkan petani kecil dengan offtaker, universitas, lembaga keuangan dan asuransi.

Menurut dia, pola itu sudah dijalankan di lima kabupaten Jawa Timur selama empat tahun terakhir dan mulai menunjukkan hasil.

Baca juga: PDIP dorong petani berdikari hadapi tantangan pangan nasional

Ia menekankan pentingnya membangun kelembagaan petani yang sehat, menyediakan teknologi, serta memastikan informasi pertanian mudah diakses.

Pemerintah, kata dia, juga harus menjaga harga hasil pertanian agar petani tidak terus merugi.

Sumrambah mengatakan mayoritas petani Indonesia kini berusia di atas 40 tahun, sehingga krisis regenerasi harus segera diatasi.

“Beban tanggung jawab bukan hanya di petani, tapi pada kita semua sebagai anak bangsa,” ujarnya.

Ia juga menekankan perlunya percepatan penetapan lahan sawah abadi. Sumrambah menyebutkan bahwa hanya 263 kabupaten/kota yang menetapkan lahan sawah abadi.

Menurutnya, apabila masalah tersebut tidak diselesakan dengan cepat maka ancaman impor dan hilangnya lahan produktif akan semakin besar.

Baca juga: Komisi VII DPR: Petani tulang punggung kedaulatan pangan

Baca juga: HKTI: Perempuan bisa jadi agen perubahan tingkatkan pertanian lokal

Baca juga: Momen Hari Tani Nasional 24 September 2025, ini cara merayakannya

Pewarta: Aria Ananda
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |